“Kau punya selera yang aneh, Janice!”
“Maaf?”
“Tidak ada yang menabur chocolate granule di atas espresso[1], Janice!”
“Why? Bukankah masing-masing orang punya selera sendiri-sendiri?”
“Setuju. Seperti chocolate granule di atas espresso?”
“Kau tahu, tak seorang pun dari temanku di kampus pernah memprotes seleraku ini, Fariz.”
“Kau melakukan ini juga selama di Warwick?”
“Err… yah, begitulah, kurasa…” “Kenapa wajahmu jadi aneh?”
“Kurasa, katamu?”
“Ayolah, Fariz.. setelah sembilan tahun, masa kau cuma mau meributkan masalah kopiku?”
“Nggak juga, Janice. Bukan sepenuhnya tentang kopi..”
“Lalu apa?”
“Pakai tissue ini dulu.”
“Hah?”
“Seka tanganmu.”
“Oh…”