Pada tahun 1883, tepatnya pada tanggal 26-27 Agustus, Gn. Krakatau mengalami letusan/erupsi yang dahsyat. Jika mengacu pada VEI (volcanic eruption index), letusan tahun 1883 berada pada skala 6. Letusan Gn. Krakatau ini diperkirakan kekuatannya sekitar sepuluh kali lebih eksplosif dibanding dengan letusan Gunung St. Helens di Skamania County, Washington, Amerika Serikat yang memiliki VEI skala 5 dan terjadi pada tahun 1980 .
Jika dibandingkan dengan letakan bom atom, maka letusan Gn. Krakatau 1883 diperkirakan memiliki kekuatan ledakan 200 megaton TNT. Bom Hiroshima 1945 memiliki ledakan dengan kekuatan 20 kiloton TNT, artinya  letusan Gn. Krakatau tahun 1883 hampir 10.000 kali lipat lebih besar dari ledakan Bom Hiroshima.
Dalam catatan sejarah, letusan Gn. Krakatau 1883 memberikan dampak kerusakan dan korban jiwa serta diikuti oleh gelombang tsunami di kawasan Selat Sunda.
Diperkirakan lebih dari 36.000 orang meninggal dan sebagian besar korban meninggal akibat tersapu gelombang tsunami dan sebagian yang lain akibat luka bakar karena awan panas dari letusan Gn. Krakatau.
Sebelum terjadi letusan pada 1883, wilayah komplek Gn. Krakatau (Pulau Krakatau) memiliki tiga puncak gunung api aktif yang saling berhubungan. Ketiganya adalah Perboewatan, Danan dan Rakata. Perboewatan merupakan puncak yang paling aktif yang berada di utara, Danan  yang berada di bagian tengah dan Rakata merupakan puncak paling besar berada di selatan.
Pulau Krakatau dan dua pulau di dekatnya, Pulau Lang dan Pulau Verlatan, adalah sisa-sisa letusan besar sebelumnya (Letusan Krakatau Purba) yang meninggalkan kaldera bawah laut di antara tiga pulau tersebut.
Catatan Geologi
Secara regional, wilayah Indonesia berada pada zona pertemuan empat lempeng tektonik utama, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik dan Filipina. Kecepatan pergerakan setiap lempeng tektonik tersebut bervariasi dan tentunya dipengaruhi oleh usia lempeng yang tesubduksi. Seperti halnya di bagian barat Sumatera, subduksi lempeng tektonik relatif lebih muda (~40 juta tahun) dibandingkan dengan selatan Jawa yang tersubduksi sekitar 80 juta tahun. Â
Zona subduksi ini yang terbentuk mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Laut Maluku dikatakan sebagai zona busur vulkanik. Kondisi ini terlihat secara jelas adanya jajaran gunung api aktif yang terbentuk di bagian utara Sumatera (Aceh sampai ke Lampung), menerus sampai Jawa, Bali, Nusantara, Sulawesi Utara dan Laut Maluku. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi mencatat 127 gunung api aktif yang ada di Indonesia.
Gn. Karakatau atau sekarang dikenal dengan sebutan Anak Krakatau adalah satu dari 127 gunung api aktif yang ada di Indonesia. Secara administratif Gn. Anak Krakatau berada di Kab\Kota Lampung Selatan, Lampung dengan posisi geografis di Latitude -6.102LU, Longitude 105.423BT dan memiliki ketinggian 157 mdpl (Gambar 1).
Secara stratigrafi, Abdurrahman dkk. (2018) membagi Krakatau dalam empat kategori, yaitu Krakatau pra-sejarah, Krakatau Muda, Letusan 1883 dan Anak Krakatau.
Krakatau pra-sejarah diperkirakan meletus sekitar tahun 416 M dan terdiri dari 2 aliran lava dasit, yaitu aliran piroklastik dan jatuhan piroklastik. Selanjutnya, Krakatau Muda diperkirakan meletus sekitar tahun 1200 M. Letusan ini terdiri dari 3 pusat letusan: Rakata, Danan dan Parbuwatan, dan selama periode letusan ini produk gunung api yang dihasilkan dominan lava.
Kemudian pada tahun 1883 merupakan periode penghancuran gunung api Rakata, Danan dan Parbuwatan yang ditandai dengan pembentukan kaldera tahun 1883, dan menghasilkan produk letusan yang unik. Satuan batuan ini tersebar di ketiga pulau (Rakata, Panjang dan Sertung) yang tersusun dari aliran piroklastik batu apung, jatuhan piroklastik minor, dan endapan yang bergelombang.
Terakhir adalah terbentuknya Gn. Anak Krakatau pada tahun 1927. Gn. Anak Krakatau adalah sebuah pulau gunung berapi yang terletak di tengah kompleks gunung api Krakatau. Gunung ini tersusun dari 18 lapisan aliran lava dan 18 endapan piroklastik.
Sejak terbentuk pada tahun 1927 hingga 2017, Gn. Anak Krakatau yang memiliki ketinggian sekitar 300 m di atas permukaan laut telah meletus setidaknya tiga puluh dua kali, dan menunjukkan kombinasi aktivitas eksplosif dan efusif. Â
Berdasarkan informasi dari MAGMA, saat ini Gn. Anak Krakatau berstatus Waspada (Level II). Pada hari Jumat, 4 Februari 2022 pukul 09:43 WIB, Gn. Anak Krakatau mengalami letusan pada  dengan tinggi kolom abu teramati 600 m di atas puncak ( 757 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal ke arah barat daya. Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 46 mm dan durasi 50 detik.
Referensi:
Abdurrachman, M.; Widiyantoro, S.; Priadi, B.; Ismail, T. Geochemistry and Structure of Krakatoa Volcano in the Sunda Strait, Indonesia. Geosciences 2018, 8, 111. https://doi.org/10.3390/geosciences8040111.
Situs MAGMA ESDM https://magma.esdm.go.id diakses pada Senin, 7 Feb 2022, pukul 05.40 WIB