Berdasarkan data Depkes RI diketahui 10 penyebab kematian terbanyak penyakit tidak menular sebagai berikut stroke (4,87%), perdarahan intrakranial (3,71%), septisemia (3,18%), gagal ginjal (3,16%), jantung (2,67%), diabetes melitus (2,16%), hipoksia intrauterus (1,95%), radang susunan saraf (1,86%), gagal jantung (1,77%) dan hipertensi (1,62%) (Depkes RI, 2007). Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup bergantung pada cuci darah. Sementara itu, di Indonesia, saat ini terdapat sekitar 70.000 penderita gagal ginjal kronik yang memerlukan cuci darah (Siswono, 2008). Kasus gagal ginjal di Jawa Tengah yang tertinggi adalah kota Surakarta 1497 kasus (25.22 %) dan yang kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 742 kasus (12.50 %) (Dinkes Jateng, 2008).
Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan untuk kasus gagal ginjal kronik pada tahun 2009 sebanyak 139 kasus. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menakutkan bagi sebagian masyarakat, karena pasien harus menjalani cuci darah (hemodialisa) sebagai salah satu pengobatannya. Pasien yang menjalani tindakan hemodialisa lebih dari 20 kali seringkali mengalami kecemasan karena hal-hal berikut ini yaitu masalah akses vaskuler, lamanya tindakan hemodialisa dan akibat yang dirasakan saat hemodialisa berlangsung seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual, muntah dan nyeri dada (Situmorang, 2007).
Penyakit gagal ginjal kronik dapat juga menimbulkan beberapa dampak antara lain dampak fisik, dampak sosial dan dampak psikologis yaitu kecemasan. Dampak psikologis yang dirasakan pasien seringkali kurang
menjadi perhatian bagi para dokter ataupun perawat. Pada umumnya, pengobatan di rumah sakit difokuskan pada pemulihan kondisi fisik tanpa memperhatikan kondisi psikologis pasien seperti kecemasan dan depresi (Canisti, 2008).
Tindakan keperawatan untuk menangani masalah kecemasan pasien dapat berupa tindakan mandiri oleh perawat seperti tehnik relaksasi dan distraksi (Potter, 2005). Salah satu teknik distraksi yang digunakan untuk mengatasi kecemasan pada pasien adalah dengan murottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an), karena tehnik distraksi merupakan tindakan untuk mengalihkan perhatian seperti mendengarkan musik dan murottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an).
Hasil penelitian terdahulu ini ternyata tidak hanya berlaku kepada penyakit-penyakit tidak menular seperti yang dijelaskan diatas. Sejalan dengan diuji cobakan kepada kalangan siswa dan mahasiswa yang sakit galau, (85 % tahun 2012) siswa dan mahasiswa mengaku lebih fresh. Sekarang muncul pertanyaan baru di dunia kesehatan, apakah galau itu termasuk penyakit menular atau tidak menular ???