Dalam proses penyidikan, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Polisi menjadi salah satu tahapan penting yang dilakukan oleh penyidik. Tahapan ini meliputi pemanggilan saksi, penyitaan barang bukti, gelar penetapan tersangka, hingga pelimpahan berkas perkara (Seto, 2024). BAP juga dapat menjadi alat bukti dalam persidangan, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik (Tabah, 2021).
BAP adalah dokumen yang merekam pernyataan dan kesaksian individu, baik sebagai tersangka, saksi, maupun ahli yang terlibat dalam sebuah kasus (Kumparan, 2022). BAP memiliki peranan penting dalam menentukan kredibilitas individu yang terlibat dalam proses hukum ini. Bahasa yang digunakan dalam BAP harus akurat untuk memastikan validitas dan keandalan informasi yang disajikan.
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tindak tutur dalam BAP Ahli Bahasa terkait, kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam salinan BAP Polisi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi ini dijelaskan bahwa Polisi meminta keterangan ahli di bidang bahasa dan sastra Indonesia, dengan spesialisasi di bidang linguistik forensik.
Teori tindak tutur digunakan karena memungkinkan untuk mengidentifikasi tuturan yang terkandung dalam BAP Ahli Bahasa terkait kasus korupsi tersebut, karena tindak tutur ini tidak hanya menyampaikan makna, tetapi juga melakukan sesuatu (Austin, 1962). Dalam kajian linguistik pragmatik, tindak tutur dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu lokusi (apa yang diucapkan), illokusi (maksud dari apa yang diucapkan), dan perlokusi (dampak yang diharapkan dari apa yang diucapkan) (Barus & Ludji, 2022).
Searle (1969) memperluas teori tindak tutur yang dikembangkan oleh Austin dengan mengklasifikasikan tindak ilokusi menjadi lima kategori. Klasifikasi ini mencakup directives (perintah), expressives (ungkapan perasaan), representatives (pernyataan fakta), commissives (janji), and declarations (pernyataan yang mengubah keadaan). Pengklasifikasian ini memberikan kontribusi penting dalam memperluas pemahaman tentang berbagai jenis tindak tutur yang dapat dilakukan melalui bahasa (Shopia et al., 2019).
Analisis Tindak Tutur Salinan BAP Polisi
Dalam salinan BAP kasus ini, terdapat dua tuturan yang menarik untuk dianalisis yang dituturkan oleh tersangka, yaitu 'Sudah ada belum? Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang' dan 'Gara-gara kamu ini, karena gak kasih uang itu, saya jadi tidak bisa sekolah dan tidak bisa naik pangkat.'
Pertanyaan 'Sudah ada belum' lebih bersifat sebuah retoris. Tuturan ini dikategorikan sebuah tindak tutur direktif yang digunakan untuk memberikan instruksi, perintah, atau arahan kepada mitra tutur (Kamala & Rohmad, 2022). Dalam hal ini, maksud utama penutur bukan ingin menanyakan kepada mitra tutur apakah uang yang diminta sudah tersedia atau belum, melainkan untuk memaksa mitra tutur agar memberikan uang yang diminta.
Hal ini diperkuat oleh konteks situasi dan tuturan selanjutnya, yaitu 'Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang'. Tuturan ini mengindikasikan bahwa penutur membutuhkan uang tersebut dengan segera, dan dia sudah berjanji kepada orang lain untuk memberikannya. Tuturan ini digunakan untuk mendesak dan memberikan tekanan agar mitra tutur memenuhi keinginannya. Tindak tutur direktif bekerja dengan cara mendorong pendengar melakukan tindakan tertentu sesuai dengan keinginan penutur (Saddhono & Kasim, 2016), dan konteks memegang peranan kunci dalam membentuk tindak tutur direktif tersebut (Sartika & Irawan, 2021). Ujaran "Sudah belum? Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang" berpotensi memberikan dampak negatif kepada mitra tutur. Tekanan dan desakan yang terkandung dalam ujaran tersebut membuat mitra tutur merasa tertekan dan tidak nyaman.
Tuturan selanjutnya juga memperkuat bahwa adanya paksaan dan manipulasi oleh penutur kepada mitra tutur. Tuturan "Gara-gara kamu ini, karena gak kasih uang itu, saya jadi tidak bisa sekolah dan tidak bisa naik pangkat" dapat memanipulasi mitra tutur dengan rasa takut dan bersalah. Rasa bersalah dan tekanan yang ditanamkan oleh penutur dapat membuatnya merasa terbebani. Hal ini dapat mendorong mitra tutur untuk menuruti permintaan penutur, meskipun mungkin mitra tutur tidak ingin melakukannya, seperti yang disampaikan dalam BAP bahwa mitra tutur menyatakan ketidakberaniannya menolak permintaan tersebut. Selain itu, posisi penutur yang merupakan kepala Balai juga memiliki 'kuasa' yang besar sehingga menambah beban bagi mitra tutur.
Kesimpulan
Dalam kasus ini, penutur menggunakan rasa takut dan rasa bersalah untuk memanipulasi dan memaksa mitra tutur agar memenuhi keinginannya melalui tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku lawan bicara dengan menetapkan konsekuensi berdasarkan tindakan mereka (Beller, 2019). Selain itu tindak tutur direktif juga dapat berfungsi sebagai alat untuk memerintah, meminta, mengajak, dan menasihati (Ningsih & Muristyani, 2021).
Referensi
Austin, J. L. (1962). How to Do Things with Words. Oxford University Press.
Barus, A. M. B., & Ludji, I. (2022). Tinjauan Teori Tindak Tutur Terhadap Dampak Khotbah Radio Gereja Kristen Muria Indonesia Perjanjian-Nya, Kabanjahe Di Tengah Pandemi Covid-19. Integritas Jurnal Teologi. https://doi.org/10.47628/ijt.v4i2.110
Beller, S. (2019). Conditional Promises and Threats -- Cognition and Emotion. https://doi.org/10.4324/9781315782379-57
Kamala, S. A., & Rohmad, R. (2022). Tindak Tutur Direktif Dalam Surah Az-Zumar  (Studi Analisis Pragmatis). Tsaqofiya Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Iain Ponorogo. https://doi.org/10.21154/tsaqofiya.v4i2.97
Kumparan. (2022, November 4). Pengertian BAP dan Fungsinya dalam Peradilan Pidana. Kumparan. https://kumparan.com/berita-terkini/pengertian-bap-dan-fungsinya-dalam-peradilan-pidana-1zBSVBDYjy2#
Ningsih, L. W., & Muristyani, S. (2021). Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Film Ada Cinta Di Sma Sutradara Patrick Effendy. Tabasa Jurnal Bahasa Sastra Indonesia Dan Pengajarannya. https://doi.org/10.22515/tabasa.v2i2.3685
Saddhono, K., & Kasim, F. (2016). The Form and Function of Local Language in Directive Speech Act at a University in Central Sulawesi. Lingua Cultura. https://doi.org/10.21512/lc.v10i1.848
Sartika, D., & Irawan, A. (2021). Directive Speech Acts of Harry Potter, Ronald Weasley, and Hermione Granger in "Harry  Potter and the Philosophers Stone" Movie Script. English Language and Literature. https://doi.org/10.24036/ell.v10i4.114995
Seto, B. (2024). PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Â DENGAN PEMBERATAN (Studi Pada Kepolisian Resor Mandailing Natal). Jurnal Ilmiah Metadata. https://doi.org/10.47652/metadata.v6i1.478
Shopia, K., Sabila, D., & Sulistyaningrum, S. D. (2019). Speech Acts Analysis of Dr. Peter Senge's Interview in the Fowler Center's Roberta Baskin About the Future of Education. https://doi.org/10.2991/icollite-18.2019.17
Tabah, M. J. (2021). Kekuatan Pembuktian Berita Acara Pemeriksaan Saksi Sebagai Alat Bukti Dalam Persidangan. Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia. https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i2.2240