Misalnya, saat Prabowo menyampaikan pidato politiknya dalam kampanye akbar di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Minggu (7/4) lalu. Tanpa disangka, Prabowo mengeluarkan kata-kata "keras" seperti, "Ibu pertiwi diperkosa".
"Saya berdiri di sini karena saya berpandangan bahwa negara kita sedang sakit, saudara-saudara sekalian. Ibu pertiwi sedang diperkosa, saudara-saudara sekalian!" kata Prabowo.
Tak hanya itu saja, Prabowo juga mengeluarkan kata-kata kasar saat berkampanye di Stadion Kridosono, Yogyakarta, Senin (8/4).
Di momen kampanye tersebut, capres nomor urut 02 itu kembali meluncurkan kata-kata yang tak pantas di hadapan publik. Tepatnya, Prabowo sempat melontarkan kata 'bajingan'.
"Negara kita sedang sakit, Ibu Pertiwi sedang diperkosa, hak rakyat sedang diinjak-injak. Segelintir orang, elite di Jakarta seenaknya saja merusak negara ini," kata Prabowo.
"Tinggal... tinggal 10 hari lagi deh, mereka adalah "bajingan-bajingan"," imbuhnya yang disambut riuh dan tepuk tangan massa.
Entah siapa yang dimaksud oleh Prabowo, tetapi nada Prabowo terlihat meninggi. Dalam momen kampanye ini pula, Prabowo tampak emosional dengan menggebrak meja beberapa kali.
Prabowo dan Kepribadian yang Emosional
"Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa."
(Gurindam pasal V Raja Ali Haji)
Gurindam di atas adalah perumpamaan yang tepat. Bahwa kemampuan berbahasa mencerminkan kepribadian seseorang.
Penggunaan bahasa yang baik dan santun akan mencerminkan kepribadian yang baik dan berbudi. Pun begitu sebaliknya.
Penggunaan kata-kata yang kasar dalam berbahasa akan menunjukkan alam pikiran seseorang yang berisi hal-hal negatif. Hal itu berarti juga kepribadian yang labil dan emosional.
Kriteria tersebut bisa kita gunakan untuk menilai kepribadian kandidat pemimpin dalam Pemilu 2019. Publik akan bisa melihat karakter dan kepribadian calon pemimpin dari tutur bahasanya. Meskipun idealnya juga dikaitkan dengan realisasi di lapangan.
Merujuk pada pembahasan sebelumnya, bahasa-bahasa yang diungkapkan Prabowo itu menunjukkan kualitasnya sebagai seorang capres. Parahnya lagi, tidak ada satu pun program yang disampaikan Prabowo dalam pidatonya.
Hal itu semakin menegaskan sisi pribadi Prabowo yang galak, pemarah, dan emosional. Tentu saja, hal tersebut berbeda dengan kata tegas.
Semua yang disampaikan Prabowo itu hanya narasi yang berusaha membangkitkan emosi, namun tanpa esensi. Sehingga kecil kemungkinan publik akan bersimpati terhadapnya.
Capres Pemarah vs Peramah
Kontestasi Pilpres 2019 hanya diikuti oleh dua kandidat. Kelakuan Prabowo seperti itu akan dengan mudah dibandingkan dengan pesaingnya, Jokowi.
Bila Prabowo merupakan sosok yang galak dan pemarah seperti di atas, maka sebaliknya dengan Jokowi. Ia justru seorang yang sabar, sederhana, dan santun.
Hal itu terlihat jelas dari tutur katanya selama ini. Tak pernah sekalipun publik Indonesia mendengar Jokowi mengucapkan kata-kata kasar, seperti "diperkosa, bajingan, atau lainnya" di hadapan publik.
Sekarang H-7 menjelang Pilpres. Pilihan ada di tangan anda, mau memilih capres yang galak, pemarah dan emosional atau memilih pemimpin yang ramah, sederhana dan santun?
Secara rasional, pemimpin yang baik itu adalah kriteria kerpibadian yang terakhir. Dan itu melekat pada diri Jokowi.
Logis, kan?