Sejak Indonesia merdeka, perempuan telah memberikan kontribusi signifikan dalam pembangunan negara. Namun, diskriminasi gender dan ketidaksetaraan sosial yang mendalam masih terus menghalangi perempuan untuk mengakses hak-hak mereka secara setara. Dari aspek kekerasan domestik hingga kesenjangan di dunia kerja, perempuan Indonesia tetap menghadapi berbagai hambatan yang mengancam kesejahteraan dan keamanan mereka. Di sinilah peran hukum sangat penting untuk tidak hanya menjadi alat keadilan, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak perempuan.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam melindungi perempuan melalui berbagai undang-undang yang mengedepankan hak-hak mereka:
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang ini menegaskan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali perempuan, berhak atas kesetaraan dan tidak boleh mengalami diskriminasi. Dalam kerangka ini, perempuan memperoleh hak atas kebebasan individu, perlindungan hukum, dan hak asasi lainnya.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Regulasi ini dibuat untuk melindungi perempuan dari berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, psikis, maupun ekonomi dalam lingkungan rumah tangga. Melalui undang-undang ini, korban KDRT berhak atas perlindungan serta akses keadilan.
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Perempuan dan anak-anak seringkali menjadi target perdagangan manusia. Regulasi ini menetapkan sanksi tegas bagi pelaku dan memperkuat upaya perlindungan bagi korban.
Meskipun ada kemajuan ini, tantangan dalam pelaksanaan dan penerapannya di lapangan masih menghadapi tantangan besar. Komnas Perempuan dalam laporan tahunan 2023 mencatat 457. 895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dicatat pada tahun 2022. Angka ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan tetap sangat tinggi, meskipun telah ada tindakan perlindungan yang lebih tegas. Kekerasan fisik, psikologis, dan seksual terus menjadi masalah serius yang harus ditangani dengan serius oleh aparat penegak hukum.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 juga menunjukkan bahwa meskipun terdapat penurunan prevalensi kekerasan, 1 dari 4 perempuan di Indonesia masih mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidup mereka. Tantangan ini semakin diperburuk oleh adanya bias gender dalam sistem hukum, yang sering kali merugikan perempuan. Proses hukum yang panjang, prosedur yang rumit, dan kurangnya pemahaman gender di kalangan penegak hukum kerap kali menghalangi perempuan untuk memperoleh keadilan yang seharusnya.
Selain itu, diskriminasi gender di sektor pekerjaan juga masih sangat terlihat. Data menunjukkan bahwa partisipasi angkatan kerja perempuan hanya sekitar 51%, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai 82%. Bahkan, perempuan yang bekerja sering kali menghadapi kesenjangan upah, pelecehan seksual di tempat kerja, dan kesulitan dalam mendapatkan akses ke posisi kepemimpinan. Masalah ini semakin memperburuk ketidaksetaraan yang ada.
Harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi perempuan Indonesia tetap kuat, salah satunya melalui penguatan kapasitas aparat penegak hukum. Polisi, jaksa, hakim, dan pejabat lainnya perlu mendapatkan pelatihan serta pemahaman mendalam mengenai isu gender agar dapat menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dengan lebih sensitif dan adil. Pengesahan UU TPKS adalah kemajuan yang sangat signifikan, karena tidak hanya mengkriminalisasi kekerasan seksual, tetapi juga memberikan perlindungan komprehensif bagi korban. Dalam hal ini, undang-undang tersebut juga mencakup pendampingan hukum dan psikologis untuk membantu korban pulih serta mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka terima. Keberadaan undang-undang ini memberikan harapan yang besar bahwa perempuan Indonesia akan lebih terlindungi dari tindak kekerasan yang sebelumnya sering dianggap sebagai isu pribadi.
Satu lagi harapan besar muncul dari rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), yang mengakui posisi pekerja rumah tangga sebagai pekerja formal, bukan sekadar peran dalam pekerjaan domestik yang sering dianggap sepele. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum bagi perempuan yang bekerja di sektor tersebut, terkait dengan upah, waktu kerja, dan perlakuan yang adil. Jika disahkan, ini akan menjadi langkah berarti menuju kesetaraan gender dalam sektor informal.
Melangkah ke depan, Indonesia perlu fokus pada beberapa langkah strategis untuk memperkuat perlindungan hak-hak perempuan.
1. Penguatan kapasitas aparat penegak hukum melalui pelatihan khusus tentang isu gender agar mereka lebih mampu menangani kasus kekerasan dan diskriminasi secara adil dan sensitif.
2. Sosialisasi mengenai mekanisme perlindungan hukum harus ditingkatkan, terutama bagi perempuan di daerah terpencil, supaya mereka lebih memahami hak-hak mereka dan mengetahui ke mana harus mencari bantuan.
3. Akses terhadap layanan pendukung, seperti bantuan hukum, konseling psikologis, dan rumah aman, perlu diperluas dan dipermudah.
Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, serta berbagai pemangku kepentingan, tantangan dalam melindungi hak-hak perempuan dapat diatasi. Harapan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia bukanlah impian semata, melainkan sebuah tujuan yang dapat dicapai melalui kerja keras bersama.
Perempuan Indonesia merupakan tulang punggung bangsa, dengan harapan untuk membawa kemajuan generasi mendatang. Namun, mewujudkan keadilan serta perlindungan terhadap hak-hak mereka tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja ini adalah tanggung jawab bersama kita sebagai masyarakat. Hukum telah memberikan dasar yang kokoh, tetapi implementasinya memerlukan dukungan nyata dari semua elemen: pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat luas.
Dalam usaha kita bersama untuk mengatasi berbagai tantangan, menciptakan ruang yang lebih inklusif, serta menanamkan kesadaran akan pentingnya kesetaraan, perlindungan hak-hak perempuan bukanlah sekadar impian, melainkan sebuah kenyataan yang dapat diraih. Oleh karena itu, mari kita melangkah maju dengan keyakinan, memastikan bahwa perempuan Indonesia bisa hidup, bekerja, dan bermimpi tanpa rasa takut, dengan hak-hak mereka yang dihormati dan dilindungi sepenuhnya. Sebab, keadilan bagi perempuan adalah fondasi yang akan menghasilkan bangsa yang lebih kuat dan bermartabat.