Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Pilpres 2014 dalam Analogi Sederhana

14 Juli 2014   07:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:24 201 0
Sepasang suami istri sedang menantikan kelahiran bayi pertama mereka. Si suami menginginkan anak sulungnya laki-laki. Sedangkan istrinya menginginkan sebaliknya, perempuan.

Menurut hasil USG dokter kandungan A yg telah berpengalaman: jenis kelamin bayi tersebut adalah laki-laki. Kebetulan dokter tsb adalah sahabat baik si suami. Sang ibu tidak puas, dia nekat mendatangi dokter kandungan B, yg notabene jam terbang masih lebih sedikit dari dokter A. Hasil USG dokter B ini berbeda: jenis kelamin sang bayi adalah perempuan.

Sang suami yang sangat yakin pada kemampuan dan pengalaman sahabatnya dokter A langsung bercerita pada teman-temannya di warung kopi bahwa sebentar lagi ia akan memiliki seorang putra.

Sebaliknya, sang istri pun tidak mau kalah dengan menceritakan pada ibu-ibu teman arisannya bahwa sebentar lagi ia akan memiliki anak perempuan.

Rupanya hal ini membuat kegemparan dan perdebatan sengit antar warga di lingkungan mereka. Kedua dokter mulai dipertanyakan kredibilitas dan independensinya. Ada yg mencaci maki dokter A karena membuat pernyataan jika anak tsb bukan laki-laki pasti ada kesalahan pada Rumah Sakit Bersalin. Karena pernyataan ini beredar dari mulut ke mulut sebagian memelintirnya dengan memberitakan kalau anak tsb bukan laki-laki maka dokter A menyalahkan Tuhan.

Sedangkan yang sebagian lagi sibuk mengusut track record dokter B. Bahkan sampai ada yg meminta asosiasi dokter kandungan segera mengaudit dokter B.

Pak RT mencoba bersikap arif dan bijaksana dengan menyarankan masing-masing warga ikut memastikan tidak terjadi kesalahan pada proses kelahiran di Rumah Sakit Bersalin yg dipilih. Bila perlu perwakilan dari kedua belah pihak hadir pada detik-detik melahirkan yg dijadwalkan 2 minggu lagi. Untuk memastikan bayinya tidak tertukar dengan bayi lain di RSB tsb.

Tetapi suasana sudah terlanjur panas, adu mulut antar warga tak dapat dihindarkan. Untunglah sampai saat ini belum berkembang menjadi perkelahian fisik. Pasangan suami istri tsb pun sekarang sudah tidak saling berkomunikasi (eskete - istilah Medan)

Kalau sudah begini, siapa yg salah? Siapa yg rugi??

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun