Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Catatan Kritis Cicak vs Buaya: Menunggu Datangnya Episode 4, 5, ....

4 Februari 2015   01:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:52 100 2
Kisruh KPK vs Polri telah memasuki jilid 3. Kali ini peperangannya terasa lebih besar karena serangannya langsung menghantam pucuk pimpinan tertinggi masing-masing institusi. Penetapan calon kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka langsung dibalas dengan jeratan hukum empat pimpinan KPK. KPK lumpuh. Kalimat yang mungkin bakal terdengar keren di film-film action Hollywod ini barangkali cocok juga menggambarkan ketegangan KPK-Polri: If I die, you die with me.

Lalu masyarakat pun berteriak #SaveKPK dimana-mana. Mulai dari ibu rumah tangga sampai profesor hukum. Ada yang demo di jalan, sebagian demo di dunia maya. Saya? Saya memilih 'tidak mengacuhkan' dukungan banyak orang pada KPK. Bukan karena saya tidak peduli, apalagi karena semata-mata hanya ingin anti mainstream saja. Tapi saya berpikir bahwa #SaveKPK sebenarnya tidak sedikitpun menyentuh substansi masalah. Artinya kalaupun kita berhasil #SaveKPK sekarang, maka masalah yang sama bisa jadi tetap akan terulang di masa datang.

Kita harus ingat bahwa KPK sebenarnya adalah lembaga ad hoc (sementara) yang dibentuk karena institusi Polri dianggap tidak mampu melakukan pemberantasan korupsi. Karna sifatnya yang sementara tersebut, maka sebenarnya ada konsekuensi bagi negara untuk memperkuat kemampuan dan integritas Polri dalam pemberantasan korupsi, supaya pada akhirnya lembaga ad hoc ini bisa dibubarkan karena dianggap tidak dibutuhkan lagi. Sayangnya sejak KPK didirikan hingga saat ini, upaya tersebut dikesampingkan bahkan dilupakan. Saya juga menyayangkan kenyataan bahwa kebanyakan ahli hukum dan LSM-LSM pemberantasan korupsi hanya sibuk mendukung KPK, sementara mereka lupa bahwa masalah sebenarnya dari kasus-kasus korupsi, termasuk kasus sampingan cicak-buaya ini terjadi karena kegagalan kita dalam memperkuat Polri.

Saya ingin mengambil contoh apa yang terjadi dalam reformasi sektor migas kita. Sektor migas yang selama ini menjadi perhatian besar karena isu mafia migas akhirnya mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaikinya. Keseriusan pemerintah tersebut dapat dilihat dari pemilihan menteri ESDM yang rekam jejaknya baik, kemudian dilanjutkan dengan merombak total direksi Pertamina termasuk usaha perbaikan mekanisme impor minyak mentah, dan ditambah lagi dengan dibentuknya Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) yang dipimpin Faisal Basri yang selama ini dikenal kritis dan konsisten menuntut pembenahan sektor migas. Lalu kenapa keseriusan pemerintah tersebut tidak dilakukan juga untuk mereformasi Polri? Kenapa semangat '45 yang para aktivis anti korupsi tunjukkan untuk menuntut reformasi migas atau mendukung KPK juga tidak ditunjukkan untuk reformasi Polri?

Padahal bagi saya tingkat urgensi reformasi Polri lebih tinggi dari itu semua. Tak lain tak bukan karena tugas-tugas institusi ini bersinggungan dengan hampir semua sektor di negara ini termasuk bersentuhan langsung dengan masyarakat. Artinya bila dilihat dari sudut pandang lain, banyak masalah di negara ini terjadi dan tidak terselesaikan akibat Polri belum berhasil memenuhi fungsinya dengan baik. Katakanlah mulai dari masalah korupsi, menjamurnya mafia di berbagai sektor, pembalakan liar, penyelundupan, TKW illegal, sampai hal kecil seperti proses penerbitan SIM yang amburadul dan menyebabkan lalu lintas kita tidak karuan bentuknya, sedikit banyak ada tanggung jawab Polri disana. Bayangkan seandainya Polri kita berintegritas, berkualitas, berapa banyak masalah-masalah di negara ini yang bisa diselesaikan.

Karena itulah keseriusan negara untuk melakukan reformasi Polri mutlak dilakukan, setidaknya seperti apa yang negara lakukan ketika membenahi sektor migas. Dan ada banyak pilihan cara untuk melakukan itu. Misalnya mengangkat kapolri dari kalangan sipil, atau membentuk tim khusus reformasi Polri yang bertugas membuat rekomendasi pembenahan polri dan sifatnya mengikat. Atau langkah yang lebih ekstrim misalnya secara bertahap bubarkan Polri dan bentuk lembaga penegak hukum baru.

Cara-cara tersebut, terlepas dari kelebihan & kekurangan maupun pro kontra yang akan menyertainya, saya pikir lebih perlu untuk kita beri perhatian, kita diskusikan, dan kita perjuangkan dibandingkan dengan misalnya penerbitan perppu imunitas KPK seperti usulan Prof. Denny Indrayana yang bagi saya tidak akan menyelesaikan masalah dan justru akan menjadikan KPK menjadi badan yang sangat superior dan rawan penyalahgunaan (apalagi seleksi pimpinan KPK masih harus melalui DPR yang di mata saya integritasnya masih rendah). Yang paling penting sekali lagi adalah keseriusan negara dan kita untuk sesegera mungkin membenahi Polri.

Saya berharap catatan ini bisa setidaknya menarik perhatian kita semua untuk memikirkan betapa pentingnya reformasi Polri untuk dilakukan. Terutama ketika tingkat kepercayaan kita terhadap Polri telah begitu rendah seperti saat ini. Semoga momen cicak vs buaya 3 ini juga bisa menyadarkan Presiden Jokowi tentang betapa pentingnya pembenahan Polri, dan bisa mendorong Presiden untuk mengambil langkah-langkah serius dan strategis untuk melakukan pembenahan tersebut. Sebelum saat itu datang, maka mari kita duduk manis dan menunggu seri Cicak vs Buaya episode selanjutnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun