Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Hai Mantan

30 Agustus 2014   06:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:07 173 0

Hai Mantan, apakabar? Eh, enaknya aku memanggilmu apa ya? Sayang, rasanya kurang pas. Cinta, kamu bukan lagi kekasih hatiku. Darling, eh jangan itu aku takut memanggilmu seperti itu, soalnya kata-kata itu ada singkatannya, Modar Ora Eling. Akukan takut masak mau ngatain kamu kayak gitu, secara kamu masih sehat walafiat tanpa kekurangan baju apapun. Ok deh, keputusan final aku memanggilmu mantan saja ya, biar afdol.
Cekidot...
Hai, Mantan. Masihkah kamu merindukan aku? Masihkah kamu membuka larik demi larik, men-scroll status Facebookku dari atas ke bawah. Dari tahun 2014 hingga tahun terakhir saat kamu tak ada di sampingku. Jika iya, berarti kamu masih mengagumiku. Hayo, ngaku....
Hai, Mantan. Tahukah kamu saat kita putus dulu. Aku seperti orang gila. Mencari pelarian ke sana ke mari (bukan dengan cowok), dari ujung timur hingga ujung barat kulampaui. Itu hanya demi untuk Move On dari kamu. Tahu nggak sih? (jangan bilang kamu nggak tahu, bangkiak warna silver ini bisa melayang ke mukamu yang sok ganteng itu). Eh, emang sih kamu ganteng tapi sayang kegantenganmu itu kamu obral. Sadiskan kata-kataku? Sesadis saat kamu mutusin aku.
Back to story...
Hai, Mantan. Move On dari kamu itu sangatlah berat. Sebagian temanku menganggapku gila, tak waras dan ada yang lebih parah lagi hilang ke-ab-nor-mal-an-ku sebagai manusia. Hey, betapa tidak. Hanya demi melupakanmu, aku menghabiskan berpuluh-puluh kata (bukan) berjuta-juta, itu hanya demi bisa move on dari kamu. Kutulis segala keluh kesah lewat buku diary yang rencananya akan kukirim melalui kantor pos tempo dulu, itu semua agar kamu tau sakitnya hati itu di dalam bukan di otak. Agar kamu juga tau betapa aku membencimu setengah agak mau pingsan. Itu semua karena kamu... Iya kamu mantan...! Mau menoleh ke mana lagi, hey? Namun, akhirnya aku sadar satu hal, kita nggak jodoh. Kita nggak sehati. Kita nggak sejalan. Dan, kuputuskan membakar diary yang kesemuanya berisikan curhatanku tentangmu di kuil Mama Liong, kuil sembahyangan yang biasa kudatangi setiap hari. Berharap, namamu tenang di sisi-Nya.
Oh ya, Mantan. Ternyata kepergianmu itu membawa berkah bagiku. Bagi kehidupanku dan kehidupanmu tentunya. Karena, aku dan kamu sama-sama pernah punya status ikatan yang dipaksa putus. Eh. Iya kita putus karena terpaksakan? (mencoba menenangkan hati) Kamu terpaksa menikah karena nggak kuat nunggu aku dan aku terpaksa di sini karena aku sakit hati. Eh. Iya sakit hati. Berhubung sakitnya di dalam jadi nggak bisa di lihat.
Oh ya, sekali lagi ya, Mantan. Aku ingin sekali berucap terima kasih karena penghianatan itu. Ya, caramu menghianati aku itu membuatku memahami arti setia. Dan, benar aku masih setia berada di tempat ini hingga masa kerjaku habis. Dan kamu, tolonglah usah mencari aku lagi. Sok gaya-gaya upload foto ganteng biar aku tertarik. Inget tuh wajah jangan diobral. Kan kamu sudah ada yang punya. Masak masih kurang. Emang sih itu hakmu tapi sebagai mantan yang baik kan harus selalu mengingatkan. Soalnya nggak ada istilah mantan jadi saudara. Jika pun ada 0,001% saja kayak sambungan SLI.
Udah malam ya, Mantan. Makasih jempolmu tadi melayang di statusku. Hingga sempat membuat mata ini tiada percaya bahwasanya kamu masih perhatian sama aku. Cukup senang bercampur emosi juga atas hadirmu. Eh.
Segitu dulu ya, Mantan. Besuk atau lusa kita sambung cerita yang lebih menarik lagi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun