Dalam tasawuf, ridha bukan hanya sikap pasif menerima takdir, tetapi merupakan maqam yang aktif, penuh kesadaran, dan didasari cinta kepada Allah. Para sufi memandang ridha sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, di mana seorang hamba menyerahkan sepenuhnya kehidupannya kepada kehendak Allah.
Ridha dalam Al-Qur'an dan Hadis
Konsep ridha sangat jelas disebutkan dalam Al-Qur'an. Salah satu ayat yang menjadi dasar penting tentang ridha adalah:
"Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya." (QS. Al-Bayyinah: 8).
Ayat ini menggambarkan hubungan dua arah antara Allah dan hamba-Nya: keridhaan Allah atas ketaatan hamba dan keridhaan hamba atas ketetapan-Nya.
Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:
"Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya segala urusannya baik baginya, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali seorang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu pun baik baginya." (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan bagaimana ridha terkait erat dengan sabar dan syukur, membentuk sikap positif seorang mukmin terhadap takdir.
Ridha Menurut Para Sufi
Imam Al-Ghazali
Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ridha adalah kondisi hati yang tenang menerima takdir Allah tanpa protes atau keluhan. Ridha adalah puncak ketundukan seorang hamba kepada Rabb-nya, di mana seorang mukmin tidak hanya menerima, tetapi juga mencintai setiap keputusan Allah.
Abu Al-Qasim Al-Qushairi
Dalam Risalah Al-Qushairiyyah, ridha didefinisikan sebagai "kondisi di mana seorang hamba tidak lagi merasa berat terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya." Ridha menurut Al-Qushairi adalah buah dari cinta kepada Allah, sehingga apa pun yang Allah tetapkan dianggap sebagai kebaikan.
Ibnu Atha'illah As-Sakandari
Dalam Hikam, Ibnu Atha'illah menegaskan bahwa ridha adalah hasil dari pengenalan kepada Allah (ma'rifatullah). Orang yang benar-benar mengenal Allah akan yakin bahwa segala ketetapan-Nya adalah yang terbaik, sehingga ia menerima dengan sepenuh hati.
Ciri-Ciri Orang yang Ridha
Para sufi mengidentifikasi beberapa ciri dari orang yang mencapai maqam ridha:
Ketenangan Hati
Orang yang ridha tidak terganggu oleh keadaan duniawi, baik itu berupa nikmat maupun musibah.
Hilangnya Keluhan
Mereka tidak mengeluh atas keadaan buruk yang menimpa, tetapi tetap memuji Allah dalam segala situasi.
Kecintaan kepada Takdir Allah
Apa pun yang terjadi, mereka melihatnya sebagai bentuk kasih sayang dan kebijaksanaan Allah.
Kehidupan yang Selaras dengan Syariat
Ridha mendorong seseorang untuk taat kepada Allah dan tidak melanggar perintah-Nya meskipun dalam keadaan sulit.
Proses Mencapai Ridha
Ridha bukanlah maqam yang mudah dicapai. Seorang hamba harus melalui proses panjang yang melibatkan:
Tawakal
Menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha dengan maksimal.
Sabar
Menghadapi ujian dan cobaan dengan teguh hati.
Syukur
Mensyukuri segala nikmat Allah, baik yang besar maupun kecil.
Cinta kepada Allah (Mahabbah)
Ridha tidak mungkin tercapai tanpa cinta yang mendalam kepada Allah.
Ridha dan Kehidupan Sehari-hari
Ridha tidak hanya relevan dalam konteks spiritual, tetapi juga berdampak besar pada kehidupan sehari-hari. Orang yang ridha cenderung memiliki:
Mentalitas Positif
Mereka tidak mudah merasa kecewa atau putus asa karena meyakini bahwa setiap kejadian memiliki hikmah.
Hubungan Sosial yang Baik
Ridha membuat seseorang lebih sabar dan pemaaf, sehingga menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Kesehatan Jiwa
Dengan menerima keadaan apa adanya, mereka terhindar dari stres atau kecemasan yang berlebihan.
Penutup
Ridha adalah maqam yang tinggi dalam perjalanan tasawuf, yang menuntut kesadaran penuh akan kasih sayang dan kebijaksanaan Allah SWT. Ridha menjadikan seorang hamba mampu menerima segala ketetapan Allah dengan lapang dada dan penuh cinta. Sebagaimana yang disampaikan oleh para sufi, ridha bukan sekadar menerima, tetapi juga merasa puas dan bahagia dengan apa yang telah Allah tetapkan.
Mencapai ridha memerlukan usaha spiritual yang terus-menerus, termasuk melalui tawakal, sabar, dan cinta kepada Allah. Pada akhirnya, ridha menjadi bukti nyata dari iman seorang hamba, sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (QS. At-Taubah: 111).