Berbicara mengenai permasalahan hidup, saya jadi teringat perkataan salah satu guru saya, bahwa Allah akan memberikan permasalahan (ujian) terhadap hambanya sesuai dengan kapasitasya. Dari perkataan itu, saya yakin bahwa manusia yang ada dimuka bumi ini pasti bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan hidupnya. Sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam firmannya; “Fainna Ma’a al ‘usri yusraa – inna ma’a al ‘usri yusraa”. (Al Insyirah:5-6). Dalam firmannya, sampai dua kali Allah menegaskan janji-Nya. Tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus mendapatkan kesulitan karena dunia bukanlah neraka. Demikian juga tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus memperoleh kelapangan dan kemudahan karena dunia bukanlah “surga”. Segalanya pasti akan ada akhirnya dan dipergilirkan dengan keadilah Allah. Wallahu a’lam. Tetapi ketika manusia dihadapkan dengan suatu masalah, mereka akan melakukan dua hal, yaitu menghadapi masalah dengan baik atau menghadapi masalah dengan buruk.
Seseorang memiliki suatu keinginan yang tinggi. Misalnya, keinginan untuk memberikan kontribusi penting terhadap institusi (lembaga) yang telah berjasa terhadapnya. Dalam perjalanannya, dia mengalami rintangan-rintangan, baik rintangan yang kecil maupun yang besar. Namun dia tak pantang menyerah dan terus berusaha untuk bisa memberikan kontribusi sebaik-baiknya terhadap institusi tersebut. Tetapi, pada saat dia memasuki jenjang akhir dalam perjalanannya. Dia mengalami musibah yang mengharuskan untuk memberhentikan (memundurkan diri) sebelum masa terakhirnya. Dan pahitnya lagi, dia tidak tahu kapan dapat memberikan kontribusinya lagi terhadap institusi yang telah berjasa terhadapnya, karena umur juga semakin bertambah. Bukan kepalang, kondisi dan pikiran yang dia alami (permasalahan).
Hal tersebut bisa berimplikasi pada rasa kekecewaan ketika seorang insan tidak mengelolanya dengan baik. Dan kekecewaan itupun, keberadaannya bisa jadi berlarut-larut hinggap dalam diri manusia dan bahkan bisa jadi membutakan manusia. Rasa kecewa adalah satu hal yang wajar sebagai salah satu bentuk respon dari suatu permasalahan yang manusia rasakan. Tetapi rasa kecewa muncul ketika hati sebagai pabrik perasaan tidak terkelola dengan baik ketika seorang insan dihadapkan pada permasalahan-permasalah dalam hidupnya. Maka, sungguh beruntung bagi tiap insan yang memaknai permasalahan yang bisa jadi hadir dalam hidupnya dengan penuh kesabaran dan diterima serta dikelola dengan baik oleh hati setiap insan.
Disinilah kita mempertanyakan kembali, mengapa kita mesti diuji ataupun diberikan permasalahan hidup? Pada hakikatnya setiap permasalahan pasti diberikan oleh Allah kepada hambanya. Diberikannya permasalahan tersebut kepada setiap insan semata-mata hanyalah untuk mengetahui kadar keimanan masing-masing individu serta menguji diantara individu yang beriman dan tidak beriman. Oleh kerena itu, pengakuan seperti “aku beriman” tanpa bukti tindakan yang sesuai dengannya tidaklah cukup. Di sepanjang hayatnya, manusia diuji dalam hal keimanan dan ketaatannya kepada Allah, termasuk kegigihannya dalam memperjuangkan agama Allah. Artinya, diuji dalam ketabahan sebagai hamba Allah dalam berbagai kondisi dan lingkungan yang dikehendakiNya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Mulk ayat 2. Ingat, iman bukanlah sekedar pengakuan tetapi tindakan yang sesuai dengan keimanan.