Seperti pada kebiasaan yang sudah menjadi adat istiadat di daerah Sunda yang meliputi tatar parahiangan hingga Banten. Keseharian masyarakat setiap kampung yang memiliki kesatuan budaya selalu memiliki ciri khas berupa kearifan lokal yang mengakar.
Salah satu kebiasaan baik itu adalah istilah Liliuran. Kata dasar liur artinya membantu tanpa pamrih Sedangkan liliuran artinya saling membantu pekerjaan seseorang dengan dilakukan oleh sekelompok orang atau sekelompok warga tanpa upah.
Jadi, ketika ada suatu pekerjaan yang memerlukan tenaga banyak orang. Liliuran akan dilakukan untuk saling meringankan beban. Dalam hal ini istilah liliuran sudah kita kenal sebagai istilah gotong royong yang menjadi ciri khas warga Indonesia sejak zaman dahulu kala.
Selamat datang di artikel terbaru saya, Kompasianer. Kali ini kita akan mengulas tentang kebiasaan gotong royong dalam masyarakat Sunda yang dikenal sebagai Liliuran.
Apa saja jenis pekerjaan yang dikerjakan dalam liliuran?
1. Liliuran persiapan lahan untuk bercocok tanam
Dalam kebiasaan bermasyarakat para petani, ketika musim penghujan tiba. Setiap warga akan sibuk menyiapkan lahan untuk ditanami. Baik ladang atau sawah yang dipenuhi rumput atau membuka lahan baru, mereka akan mengadakan gotong royong sehingga pekerjaan setiap warga bisa terselesaikan. Pihak pemilik ladang atau sawah hanya perlu menyediakan makanan saja.
2. Liliuran tandur
Bagi yang memiliki sawah. Pekerjaan tandur alias menanam bibit padi di sawah ini memang membutuhkan banyak pekerja. Jika tidak punya modal besar untuk memberi upah tentunya tandur sangat lah berat. Namun, pada masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat sunda. Mereka akan mengerjakan tandur ini dengan sistem liliuran. Selain indahnya kebersamaan, rasa saling menghargai bisa lebih dirasakan.
3. Liliuran ngaseuk
Untuk wilayah yang terdiri dari perbukitan biasanya lebih dipakai sebagai ladang. Baik otu padi, jagung atau kacang tanah. Teknik ngaseuk memang menjadi teknik pertanian paling kuno yang masih dilakukan hingga sekarang. Indahnya sukacita dan kebersamaan akan terpancar dari hiruk pikuk suara para warga yang saling melempar guyonan demi mengusir lelah. Selepas ngaseuk mereka akan menikmati santapan dari pemilik lahan berupa cendol atau disebut rujak. Tak lupa juga nasi ketan dan colenak.
4. Liliuran panen
Masa paling ditunggu para petani adalah saat tiba panen. Panen ini pun sama, akan dilakukan dengan cara liliuran alias gotong royong dari satu warga ke warga yang lain. Terutama untuk panen padi huma yang dipotong dengan etem. Kebersamaan lebih terasa walau hanya mendapatkan upah padi beberapa ikat yang disebut gedeng.
5. Liliuran ngaruag imah
Membangun rumah adalah tugas yang berat. Bahkan untuk yang masih memakai rumah panggung ala Sunda. Pekerjaan merobohkan rumah atau ngaruag ini dilakukan dengan gotong royong juga. Begitupun membangun rumah atau disebut ngadegkeun. Para kaum adam akan dengan sukarela membantu tetangga yang sedang membangun rumah.
Kaum hawa biasanya akan saling gotong royong membantu memasak untuk makan bersama warga yang membantu.
Semua kegiatan itu kini mulai berubah bahkan semakin jarang dilakukan warga. Semuanya tergerus oleh zaman yang serba individu. Rasa kebersamaan pun kian berkurang. Padahal kearifan lokal liliuran ini sangat bermanfaat dan menjaga kebersamaan dalam masyarakat.
Selain itu budaya liliuran bisa mengurangi beban di antara masyarakat yang kesusahan. Semoga, kebiasaan baik yang mulai tergerus zaman ini tidak akan sirna. Semoga anak cucu kita kelak masih bisa merasakan indahnya kebersamaan dalam bentuk liliuran.
Semoga bermanfaat.
Cianjur, 2022021