Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Bulan; Sebuah Cerita Tentang Abah

18 Desember 2010   15:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:37 165 0
Malam ini, ketika sedang mencuci piring bekas makan malam tadi, aku mendengar suara anak kecil di luar sedang berbicara dengan ibunya.

"Ma..mama.. lihat, bulannya ngikutin jalan kita..." Dari nada suaranya aku merasa kalau dia sangat heran dengan apa yang dia lihat. Sambil mencuci piring aku tersenyum lucu.

"Maaa.. liat bulan itu..." samar-samar suaranya menghilang seiring langkah kaki mereka yang menjauh. Sayang aku tidak mendengar suara ibunya. Ingin tahu seperti apa ibunya memuaskan rasa ingin tahunya. Bayangan masa kecilku tiba-tiba muncul menari-nari dan membawaku ke masa-masa kecilku.

Yang aku tahu, aku belum bersekolah saat itu, mungkin usiaku berkisar 4-5 tahun. Abah sering membawaku ke rumah kakaknya (uwakku) sehabis makan malam. Di sana mereka sesama orang tua selalu terlihat serius berbicara. Meski dengan suara yang besar, aku belum mengerti apa saja yang mereka bahas. Aku lebih asyik bermain dengan sepupuku yang waktu itu sudah bersekolah. Melihat mereka belajar, dan terkadang ikut melukis di kertas buram dengan crayon yang mereka pinjamkan padaku.

Saat pulang, Abah akan menggendongku di punggungnya. Dia bersenandung kecil, meski tak bersuara merdu aku selalu menyukai senandung itu. Dan aku ingat, aku pernah seperti bocah tadi. Suatu malam, saat berjalan pulang dari rumah uwak, dalam gendongan Abah, sambil memeluk erat bahunya, aku menengadah menatap langit. Aku melihat bulan purnama, bulat sempurna mengikuti langkah langkah kecil kami. Aku merasa heran..

"Bah.. bulan itu ngikutin kita..."

"Tidak.. Bulan tidak mengikuti kita..." Itu jawaban Abah. Aku kembali menengadah, aku pikir Abah harus melihatnya sendiri.

"Abah, lihat... bulan itu benar- benar ngikutin kita..." Abah berhenti, menurunkanku dari punggungnya. Kemudian menggenggam tangan kecilku dan mengajakku berjalan pelan sambil bercerita.

"Bulan itu sebenarnya diam saja di langit. Tapi karena bulan itu bessaaaarrrr, setiap kali kita berjalan seolah-olah dia sedang mengikuti kita..." Bukan jawaban ilmiah, karena kemudian aku tahu bulan tidak diam saja di langit. Bulan berputar mengelilingi bumi.

"Sebesar apa bulan, Bah?"

"Besar sekali..."

"Apa sebesar matahari?"

"Lebih besar matahari..."

Waktu itu semuanya terlalu susah untuk aku pahami. Sebesar apa? Toh setiap kali aku melihat bulan dengan bentuk bulat sempurna, besarnya seperti kerupuk yang aku makan... Hanya saja aku percaya Abah. Abah tidak akan berbohong.

Aku tersenyum lucu mengingat itu. Bangga juga pada Abah, selalu berusaha menjawab rasa ingintahuku. Saat ini penglihatannya sudah mulai tak jelas. Abah sudah tidak muda lagi, dan tentu saja aku tidak pernah lagi bisa bermanja dalam gendongannya. Terhadap informasi dan dunia pendidikan terkadang dia suka merendah "Kalian jauh lebih tau.. sekolah kalian tinggi, tidak seperti Abah..." Tapi dia tetap Abah yang luar biasa. I love you, dad..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun