Tahun 2023 haul Bung Karno dirayakan pada tanggal 24 Juni di Gelora Bung Karno, Jakarta. GBK berubah menjadi lautan manusia berbaju merah, ada juga yang berbaju hitam seperti Pak Jokowi dan yang lainnya. Tetapi warna merah menjadi begitu dominan.
Yang mencolok perhatian saya, dan juga orang-orang kebanyakan saya kira, adalah hadirnya budayawan senior Butet Kertaredjasa membawakan puisi bernada sumbang. Mengapa bernada sumbang? Karena liriknya bertolak belakang dengan sejatinya sikap dan pandangan hidup Bung Karno yang haulnya sedang dirayakan oleh bangsa Indonesia.
Ironinya adalah di perayaan tentang persatuan Indonesia ini, muncul sosok budayawan salon seperti Butet yang membacakan puisi yang sama sekali bertentangan dengan spirit persatuan Bung Karno. Memang, bulan Bung Karno tahun 2023 ini bertepatan dengan tahun politik, tetapi tidak seharusnya dan tidak patut momen prestisius itu "disabotase" dengan kepentingan pribadi untuk menyerang Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
"Di sini semangat meneruskan,
di sana maunya perubahan
Oh, begitulah sebuah persaingan"
"Di sini nyebutnya banjir
Di sana nyebutnya air yang markir.
Ya, begitulah kalau otaknya pandir"
"Pepes ikan dengan sambel terong
semakin nikmat tambah daging empal
Orangnya diteropong KPK karena nyolong
Eh, lha, kok koar-koar mau dijegal"
"Jagoan Pak Jokowi rambutnya putih
gigih bekerja sampai jungkir balik
Hati seluruh rakyat Indonesia pasti
akan sedih jika kelak ada presiden hobinya kok menculik"
"Cucu komodo mengkeret jadi kadal
tak lezat digulai biarpun pakai santan
Kalau pemimpin modalnya cuman transaksional,
dijamin bukan tauladan kelas negarawan"
Saya kira puisi Butet itu melukai banyak pihak, antara lain:
Pertama, yang koyak-koyak oleh Butet bukanlah sosok Anies dan Prabowo tetapi persatuan Indonesia yang setiap hari diperjuangkan. Persatuan Indonesia adalah suatu konsep yang sangat ringkih, gampang pecah dan teserak, itu sebabnya Bung Karno dan para pendiri bangsa hingga presiden Jokowi selalu berupaya untuk menjaga persatuan. Puisi itu berdaya destruktif, bisa membelah persatuan bangsa, menyebabkan polarisasi dan segregasi.
Kedua, Butet melukai hati Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri yang pada 2009 lalu maju bersama dengan Prabowo sebagai capres dan cawapres. Ibu Mega adalah anak biologis sekaligus anak ideologis Bung Karno yang sejak dulu selalu mengedepankan pentingnya persatuan.
Ketiga, Butet melukai hati Pak Jokowi yang mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan untuk periode 2019-2024. Pak Jokowi tidak melihat sosok Prabowo sebagai seorang "penculik" justru sebagai seorang nasionalis tulen yang loyal kepada bangsa dan negara. Saya tidak melihat ada ekspresi gembira dari raut wajah Pak Jokowi setelah mendengar nada sumbang Butet.
Keempat, pernyataan Butet bersifat sangat insinuatif yang berpotensi memicu pembelahan yang sangat tajam antara pendukung Ganjar, Anies, dan Prabowo.