Riuh asa terlalu banyak berlabuh di tubir langit. Mungkin muara paling suci membasuh rasa sakit. Membiarkan jejak-jejak doa terdampar di ruang hampa. Tak bernama.
Tak lagi ada rimbun dedaunan yang disinggahi tapak kupu-kupu. Sebab, sisa mentari telah ditutupi butiran debu waktu. Hingga lintasan masa mengetuk pintu bisu: menunggu, atau berlalu.
Dan, kata-kata menari di antara genangan kenangan masa lalu. Namun, gelak tawa terjerat pilu. Tapi airmata tersendat bisu. Usai tersekat aksara: Dulu.
Apa yang kau cari?