Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Ketika Aku Menulis tentang Hantu

15 Juli 2022   18:31 Diperbarui: 15 Juli 2022   19:40 335 36
Sejak tadi hening memeluk sunyi. Tak lagi bersisa denting hujan di langit-langit kamar, yang gelap dan pengap. Tabir jendela dikuak desir angin, mengabarkan akhir senja. Udara dingin tak sungkan menemani. Menyusup masuk menjalari setiap lubang pori-pori.

Mataku menerawang keluar jendela. Kabut sudah menyesak gerbang malam. Anganku tergesa memetik satu, atau dua kata sebagai bahan meracik kalimat pembuka cerita.

Aha! Terburu, kuraih secarik kertas. Tapi tak kutemukan pena.

Aku lupa! Sepotong pensil sepanjang jari kelingking, sedari tadi terselip di daun telinga. Tergesa, kutulis kata "HANTU".

Ajaib! Baru selesai di lekuk terakhir huruf U. Tulisan kata hantu itu, menguap seperti asap rokokku. Aku terkejut!

Genggaman jemariku segera mencengkram erat potongan pensil di tangan kananku. Bersiap dan berjaga. Setidaknya bisa kujadikan senjata, jika terjadi hal yang tak terduga.

Benar saja! Tak berhenti di situ. Perlahan, kabut putih di hadapku membentuk satu wujud. Tapi bentuk itu agaknya belum usai, ketika kudengar bisikan lirih.

"Kau memanggilku?"
"Hah!"
"Di mana kau temukan pensil itu?"
"Kau siapa?"
"Jawab tanyaku!"
"Apa urusanmu?"
"Jawab saja!"
"Jangan pernah coba-coba mengaturku. Jika..."
"Kau? Bukankah kau..."
***

Seperti malam kemarin. Kuraih pensil yang tergeletak di atas meja. Malam ini, kamarku pun kembali kelam.

Kubiarkan embusan udara dingin, menyapu leher belakangku, dari sela-sela tirai jendela yang setengah terbuka. Tatapan mataku singgah pada lima huruf yang kemarin kutulis pada secarik kertas. "HANTU".

Namun, tak seperti kemarin. Tiba-tiba dan tanpa aba-aba, segumpal kabut putih telah berada di hadapanku.

Perlahan, gumpalan itu membentuk bayangan yang bergerak ringan. Dan, segera melayang ke semua penjuru ruangan yang pengap dipenuhi asap.

"Siapa kau sebenarnya?"

Liang telingaku menangkap getar suara yang sama. Nada lirih yang sama. Namun, dari sumber suara dengan wujud yang berbeda. Kali ini, bayangan itu sudah berada di sebelah tirai jendela.

"Kenapa kau kembali?"
"Jawab saja pertanyaanku!"
"Tentang aku? Tak perlu kau tahu!"
"Bagaimana dengan pensil?"
"Kenapa?"
"Di mana kau dapatkan benda itu?"

Tekanan nada suara yang dalam. Tak lagi lirih seperti tadi, atau kemarin malam. Kulihat bayangan itu bergerak cepat nyaris melesat mendekat ke arahku.

Kurasakan dadaku sesak, tapi lidahku tersekat dan aku tak mampu berteriak. Tubuhku gemetar. Tangan kananku bergetar hebat, hingga mematahkan benda kecil yang sejak tadi berada di genggamanku. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun