kau dan aku pernah terpincang dulu. ketika berkali palu kayu menghantam lututmu. ketika kawat-kawat berduri terbenam di betisku. aku memapah tangismu diantara ban-ban yang terbakar. kau menyambutku saat tak mampu kulompati pagar. dan riub hari berakhir ditemani secangkir kopi. menanti tinggi cahaya mentari.
secarik kertas bergambar diri, menjadi bukti. selesai sudah perbincangan-perbincangan nurani. usai sudah petualangan-petualangan imaji. kau dan aku bergerak di persimpangan hati. tanpa janji.
tak sempat kuhitung purnama usang. hingga beberapa simpul kenangan, terpajang di ruang-ruang ingatan. saat kau sebut luka-luka itu, peluh-peluh itu, serta segala teriak dan nyanyian itu adalah bentuk perjuangan. kau marah, saat kuujarkan hal itu menyenangkan.
kulupakan rindu dengan sembunyi. saat kau lalu lalang di televisi. berbincang tentang anak negeri seperti dulu, dan tanpaku. kusembunyikan malu padamu. di ujung ruang waktu. juga malu mengira, kau masih memgingatku.
hingga pagi tadi, kutatapi layar televisi. dirimu jadi perbincangan anak negeri. berjalan terpincang kaki, tanganmu bergelang besi. aku malu! bukan tentang perbuatanmu. tapi aku tak mampu memelukmu juga menjagamu. berbekal segelas kopi. berbincang tentang kenangan, perjuangan serta kisah cinta yang kandas.
Curup, 05.04.2019
zaldychan