Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Kesenjangan Sosial di Masa Pandemi

12 Oktober 2021   10:08 Diperbarui: 12 Oktober 2021   12:20 1576 0
Sub tema : Kaitan Pancasila Terhadap Tantangan dan Hambatan yang Di Alami Indonesia Saat Ini.

Latar belakang

Permasalahan, hambatan hingga tantangan akan selalu ada dalam setiap negara yang berdiri. Indonesia yang terdiri pulau-pulau serta ragam etnik dan budaya dapat menjadi hal positif bagi negara dan dapat pula menjadi boomerang yang bersifat negatif apabila dalam penerapannya terjadi kesetimpangan. Pada dasarnya, masih terdapat banyak permasalahan serta hal-hal yang perlu dikembangkan oleh pemerintah terkait kesejahteraan masyarakat. Hal ini akan sangat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dengan keterbatasan sarana dan prasarana. Belum selesai dengan itu, Indonesia dihadapkan dengan tragedi pandemi yang menimbulkan permasalahan-permasalahan baru.

Covid-19 atau virus corona adalah penyakit menular dengan tingkat kasus kematian mencapai mencapai 4.814.651 terhitung oleh WHO sejak pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina pada akhir Desember yang kemudian menyebar dan menimbulkan permasalahan bagi seluruh dunia. Virus ini merupakan tantangan yang hadir secara tidak terprediksi pada tahun 2020 bagi seluruh dunia, tak terkecuali  Indonesia. Menurut laman nasional covid19.go.id, terhitung terdapat sebanyak 235.673.032 kasus positif covid-19 didunia dan diantaranya ada 4.223.094 kasus positif covid-19 di Indonesia sejak tahun 2020 hingga kini. Pandemi yang menyebar secara tak terkontrol dan tiba-tiba ini membuat Indonesia harus membentengi dan bertahan dengan segala upaya akibat kurangnya persiapan dalam menghadapi pandemi covid-19.

Terdapat banyak permasalahan baru yang timbul maupun permasalahan lama yang semakin parah akibat pandemi yang melanda. Tindakan pembatasan tatap muka atau social distancing hingga lockdown menyebabkan efek beruntun baik bagi pemerintah maupun masyarakat dalam segala aspek. Salah satu permasalahan yang sangat terasa dan nyaris dihadapi oleh sebagian orang adalah masalah dalam bidang pekerjaan dan pendidikan.

Tercatat sejak awal tahun 2020 terdapat banyak kasus mengenai peningkatan jumlah pengangguran yang mencapai 1,82 juta dengan 1,62 diantaranya adalah pengangguran akibat pandemi serta anak putus sekolah dengan berbagai macam alasan akibat pandemi. Hal ini menyebabkan kesetimpangan sosial terutama bagi masyarakat menengah kebawah yang merasa kesulitam baik dalam sarana maupun prasarana yang semakin terbatas.

Permasalahan ini merupakan salah satu permasalahan yang dapat diprediksi sebagai efek dari pandemi mengingat semakin terbatasnya akses serta kemudahan dalam menjalan aktifitas sehari-hari. Melalui fakta ini tentu pemerintah dan masyarakat tak bisa menyepelekannya. Maka dari itu diharapkan keaktifan dan kekompakan antara pemerintah serta masyarakat dapat menciptakan keadilan dari ketimpangan yang terjadi sehingga resiko-resiko yang mungkin terjadi pada masa pandemi dapat teratasi.


Pembahasan

A. Tingkat Pengangguran Pada Masa Pandemi


Pengangguran merupakan masalah yang sudah hadir sejak lama di Indonesia bahkan sebelum pandemi covid-19 berlangsung. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pengangguran di Indonedia mencapai 8.75 juta pada Februari 2021. Jumlah ini meningkat sebanyak 26,26% dibandingkan dengan Februari 2020 yang tercatat sebanyak 6,93 juta orang pengangguran.

Dikutip melalui kompas.com, ada 6,93 juta orang angkatan kerja yang menganggur pada awal Februari 2020. Munculnya puncak pandemi covid-19 pada Agustus 2020 menyebabkan jumlah pengangguran meningkat menjadi 9,77 juta orang. Hingga akhirnya pada awal Februari 2021 setelah situasi ekonomi Indonesia mulai membaik, jumlah pengangguran menurun menjadi 8,75 juta orang.
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, secara keseluruhan jumlah pekerja yang terkena dampak pandemi mencapai 29,12 juta orang. Dengan tingkat pengangguran akibat pandemi covid-19 yang meningkat dari 5,23% menjadi 7,07%.

Tak bisa dipungkiri, pandemi seolah menciptakan efek domino terutama bagi para kerja tidak tetap dan pekerja rumah tangga. Hal ini disebabkan akibat tak sedikit perusahaan yang mengalami krisis serta profit yang menurun tajam terutama pada bidang tertentu sehingga tercipta tekanan yang membuat beberapa perusahaan memutuskan untuk mengurangi jumlah pegawai. Akibatnya, terdapat banyak pekerja yang terpaksa untuk melakukan pensiun dini maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga menciptakan lonjakan pengangguran serta angka kemiskinan yan terus meningkat.

Tercatat melalui Badan Pusat Statistik pengangguran terbanyak ada pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan tingkat pengangguran sebesar 11,45% dan disusul oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan presentase sebanyak 8,55% lalu posisi ketiga ditempati oleh lulusan sarjana dengan presentase 6,97% dan lulusan diploma sebesar 6,61%.

Tingginya tingkat pengangguran saat ini tentu saja menciptakan kesenjangan sosial bagi masyarakat terutama dalam golongan menengah kebawah. Data yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dampak pandemi mengakibatkan angka kemiskinan naik sebanyak 0,37% dari Maret 2019.

Ketimpangan ini semakin dapat dilihat melalui data pengeluaran penduduk Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok mulai dari atas, tengah, hingga yang paling bawah. Namun dengan begitu, agar dapat menjaga serta menciptakan lingkup yang adil bagi masyarakat, pemerintah berupaya untuk menopang penduduk yang kurang mampu dengan berbagai macam dukungan.

Sepanjang tahun 2020, pemerintah telah menyalurkan dana sebesar  695,2 triliun rupiah untuk program penanganan serta Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu pemerintah juga melakukan dukungan pada masrakat miskin dan rentan dengan pembukaan dunia usaha agar tetap dapat bertahan pada masa pandemi.


B. Tingkat Anak Putus Sekolah Pada Masa Pandemi

Tak hanya dalam bidang pekerjaan, bidang pendidikan pun mengalami ketimpangan yang signifikan menghadapi efek pandemi. Walaupun sebenarnya permasalahan ini merupakan permasalahan lama dengan berbagai faktor penyebab. Namun dengan adanya pandemi, angka putus sekolah terus meningkat dan semakin memperburuk permasalahan ini.

Hasil survei United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) memvatat bahwa ada sebanyak 1% atau setara dengan 938 anak usia 7 hingga 18 tahun yang memilih untuk putus sekolah selama masa pandemi. Dari jumlah ini, sebanyak 74% anak memutuskan untuk putus sekolah akibat kurangnya biaya, 12% diantaranya karena tak ada keinginan untuk melanjutkan sekolah, sedangkan 3% sisanya akibat pengaruh lingkungan.

Sedangkan menurut komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri, menyebutkan bahwa tingkat anak putus sekolah pada masa pandemi meningkat cukup pesat hingga 10 kali lipat. Hal ini rata-rata disebabkan oleh tidak ada biaya serta sarana prasarana untuk melanjutkan, pernikahan dini, tuntutan untuk bekerja, menunggak biaya SPP, meninggal dunia, hingga kecanduan video  game atau game online.

Putus sekolah akan memiliki dampak berkepanjangan bagi kondisi sosial serta ekonomi di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan bahwa tingkat kemiskinan akan semakin tinggi karena prospek kerja bagi anak yang putus sekolah kebanyakan bergaji rendah sehingga akan menciptakan efek buruk pada keberlangsungan ekonomi Indonesia. Apalagi jika anak tersebut memilih untuk menikah dini setelah putus sekolah. Hal ini tidak hanya menyebabkan masalah ekonomi namun juga masalah kesehatan reproduksi di masa mendatang.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi jalan keluar yang diambil pemerintah pada permasalahan di masa pandemi ini. Tetapi hal tersebut rupanya juga memberi permasalahan lain terutama bagi keluarga maupun guru yang memiliki keterbatasan ekonomi baik untuk memiliki alat komunikasi ataupun penyediaan kuota internet untuk pembelajaran. Sarana dan prasarana yang masih belum rata membuat kesetimpangan nyata antara pendidikan di luar Jawa dengan yang ada di Jawa.

Pemerintah pun sepertinya masih belum bisa memperbaiki kesetimpangan ini. Kuota belajar yang menjadi bantuan hanya dapat didengar dan tak terpakai oleh anak-anak serta guru yang memiliki keterbatasan alat komunikasi maupun sinyal internet.

Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akhirnya memberi pilihan bagi siswa untuk melakukan Pertemuan Tatap Muka (PTM) ditengah pandemi covid-19 karena dirasa dampak dari Pembelajaran Jarak Jauh masih jauh dari kata sukses. Namun beberapa syarat khusus seperti siswa harus menggunakan kendaraan pribadi untuk Pertemuan Tatap Muka justru tidak dapat menjadi solusi bagi siswa dari keluarga mengah kebawah.


Penutup

Masih banyak terjadi kesetimpangan pancasila pada permasalahan yang terdapat di masa pandemi kali ini terutama pada poin sila kelima yang berbunyi : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak sedikit pula permasalahan lama yang semakin memburuk seperti kasus pengangguran dan putus sekolah akibat tidak seimbangnya kesenjangan sosial masyarakat. Hal ini seharusnya dianggap sebagai peringatan bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem yang ada agar kesenjangan sosial tidak semakin berkepanjangan dan runyam. Tak hanya peran pemerintah, masyarakat pun harus turut andil dalam menyelesaikan permasalahan ini karena keadilan sosial pun sudah sepatutnya kita cari dan kita gapai sehinga tercipta kesetaraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia kedepannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun