Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

TPST Piyungan Tutup, Begini Solusi Mengurangi Sampah di Kota Wisata

24 Agustus 2023   13:29 Diperbarui: 24 Agustus 2023   13:39 251 4

Kabar tutupnya TPST Piyungan di Kabupaten Bantul Yogyakarta, menjadi kabar buruk tentang kondisi sampah di negeri ini. Sekaligus menjadi tanda bahaya bagi kota-kota lain yang dijuluki sebagai kota wisata.

TPST Piyungan ditutup karena sudah overload atau tidak lagi mampu menampung sampah. Alasan ini menunjukkan bahwa produksi sampah di Jogja sangat lah tinggi. Namun tidak diimbangi dengan program pengurangan dan pengelolaan sampah yang baik. Padahal, sebagai kota wisata dan kota pelajar, seharusnya antisipasi terhadap sampah lebih diutamakan.

Julukan sebagai kota wisata dan kota pelajar di satu sisi memang menguntungkan. Khususnya bagi warga Jogja yang memiliki usaha properti. Misalnya kos-kosan, kontrakan, dan hotel. Meskipun rata-rata pemilik hotel di Jogja adalah investor asing (bukan penduduk lokal Jogja). Namun, di sisi lain, julukan ini bisa menjadi bumerang. Yakni melonjaknya produksi sampah.

Para wisatawan datang ke Jogja tidak hanya untuk berlibur. Namun juga untuk menyumbang sampah. Begitu pun para pelajar yang tinggal di kos dan kontrakan.

Ratusan kampus di Jogja juga tidak hanya menyumbang lulusan sarjana. Namun juga menyumbang sampah setiap harinya. Untuk itu, perlu beberapa upaya mengurangi sampah di Jogja dan kota lain yang bergelar kota wisata atau kota pelajar. Hal ini untuk mencegah terjadinya overload sampah.

Berikut adalah beberapa upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi sampah di kota-kota wisata dan kota pelajar.

1. Terbitkan Perwali tentang Pengurangan Penggunaan Sampah Plastik

Peraturan Walikota (Perwali) ini sangat penting untuk menegaskan kepada warga kewajiban mengurangi sampah plastik. Seperti diketahui, plastik adalah salah satu jenis sampah yang sulit terurai. Sehingga penggunaannya harus dibatasi.

Menerbitkan perwali tentang pengurangan penggunaan sampah plastik telah dipraktikkan oleh pemkot Surabaya. Hasilnya pun sudah cukup baik. Meskipun peran satgas khusus untuk menangani kantong plastik belum maksimal. Begitu juga dengan sanksi yang diberikan belum cukup berat.

Di kota seperti Jogja dan kota wisata lainnya, Perwali ini harus dibuat dan diperketat praktiknya. Misalnya di malioboro, pasar bringharjo, dan beberapa mall di Jogja. Sudah saatnya para penjual dan pembeli di kawasan tersebut dilarang menggunakan kantong plastik. Sanksi bagi penjual yang menggunakan kantong plastik juga harus dipertegas. Misalnya disita atau dilarang berjualan selama beberapa minggu.  

Bila perlu, untuk lingkup kampus lebih diperketat sanksinya. Karena mahasiswa sering digadang-gadang sebagai agent of change. Untuk itu, jika unit usaha kampus seperti Koperasi Mahasiwa (kopma) masih menggunakan kantong plastik, maka harus diberikan sanksi lebih berat dibanding tempat perbelanjaan lainnya.

2. Setiap Tempat Wisata Harus Mempunyai Bank Sampah

Keberadaan bank sampah di setiap tempat wisata sangat lah penting. Karena wisatawan juga paling banyak memproduksi sampah, khususnya sampah makanan, serta kemasan makanan dan minuman.

Langkah pertama bisa dilakukan dengan pengadaan tong sampah 3R atau tong sampah pilah. Tong sampah 3R bisa dikhususkan untuk 3 jenis sampah. Yaitu sampah botol plastik, sampah kemasan makanan, dan sampah jenis lain.

Keberadaan tong sampah 3R dapat memudahkan pengolahan bank sampah di tempat wisata.  Hanya saja, minimnya kesadaran pengunjung untuk membuang sampah sesuai jenisnya menjadi hambatan. Karena itu, harus ada panduan dan sosialisasi  tong sampah 3R kepada pengunjung sebelum memasuki tempat wisata.

Kewajiban memiliki bank sampah juga harus diterapkan di kampus dan di kos. Hal ini untuk mengurangi volume sampah di TPST di kota wisata. Sehingga, sampah dapat dikelola dengan baik dan tertib.  

3. Melarang Penggunaan Sterofom Sebagai Bungkus Nasi Wisatawan

Biasanya, beberapa rombongan wisatawan  sudah membungkus nasi dari rumah dengan alasan hemat biaya. Namun, mereka tidak memperhatikan jenis bungkus nasi yang digunakan. Misalnya menggunakan sterofom yang merupakan jenis sampah sulit terurai.

Seharusnya para wisatawan memilih bungkus nasi yg mudah didaur ulang. Seperti kotak kardus, besek bambu, atau membawa wadah untuk tempat nasi dan lauk. Jadi tidak akan meninggalkan sampah di tempat wisata.

Pengelola tempat wisata juga harus membuat sanksi tegas bagi wisatawan yang membawa bungkus sterofom. Misalnya harus membawa sampahnya pulang atau mebayar denda.

Alternatif lain untuk mengurangi sampah makanan di tempat wisata adalah membuat promo tiket masuk. Syaratnya dengan memesan menu prasmanan di cafe/resto/food court  yang tersedia. Bisa juga dengan membuat paket hemat (mendapatkan makan dan tiket masuk dengan harga murah).

Makanan yang tersedia di tempat wisata juga harus mengutamakan cita rasa. Supaya para pengunjung tidak merasa kecewa saat memesan, dan lebih memilih membeli makanan di food court tempat wisata.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun