Tuntutan sosial biasanya berupa pengabdian di masyarakat. Seorang sarjana diminta mengurus program desa karena dianggap sebagai orang yang pintar. Misalnya saat lomba agustusan, mengurus pemilu/pilkada, mengurus lembaga baru di desa seperti Bumdes, Perpusdes, dan lembaga lain.
Tuntutan mental juga demikian. Kalau kamu sarjana, tapi pengangguran, pasti akan mendapatkan cibiran masyarakat.
Seorang sarjana juga dituntut untuk mempunyai penghasilan yang tinggi. Karena bagi orang desa, kekayaan adalah tolak ukur kesuksesan seseorang. Kalau jadi sarjana tapi gajinya kecil, pasti banyak tetangga yang mencibir.
Lalu, bagaimana jika kamu seorang perempuan, lulusan S2, dan menjadi ibu rumah tangga?
Tentang Menjadi Ibu Rumah Tangga
Menjadi perempuan lulusan S2 bebannya lebih berat. Apalagi memutuskan menjadi ibu rumah tangga . "Untuk apa kuliah S2 kalau jadi ibu rumah tangga?". Komentar demikian, pasti sering terdengar.
Seolah-olah menjadi ibu rumah tangga adalah hal yang 'rendah' dan tidak membutuhkan pendidikan. Padahal, ibu rumah tangga mempunyai peran yang penting dalam ketahanan pangan, kesehatan keluarga, kesejahteraan keluarga, mengelola sampah, dan hal krusial lainnya dalam kehidupan masyarakat.
Lagi pula, tujuan utama kuliah seharusnya  adalah mencari ilmu. Adapun ilmu yang diperoleh bisa digunakan untuk berbagai hal. Tidak hanya untuk mencari pekerjaan, tapi juga membuka peluang usaha, mendidik anak, mengatur keuangan, dan hal bermanfaat lainnya. Karena itu, saat kuliah  perbanyaklah pengalaman dan perluas wawasan.
Dengan demikian, lulusan S2 yang menjadi ibu rumah tangga bukanlah sebuah kesalahan. Karena yang salah adalah jika lulusan S2 tapi berhenti bergerak. Yakni berhenti bergerak pikiran dan jiwanya. Sehingga mudah kehilangan akal dan mudah melakukan kejahatan. Misalnya korupsi, menindas yang lemah, mudah tertipu informasi/berita palsu, gemar bergosip, dan perilaku buruk lainnya yang merugikan diri sendiri, orang lain dan masyarakat. Â
Cara menggerakkan pikiran adalah tetap membiasakan membaca dan menulis. Sebagaimana budaya akademik seorang mahasiswa. Tetap membaca buku, artikel jurnal, artikel di media online, majalah, dan bacaan lainnya yang berguna untuk melatih daya berpikir kritis. Juga membiasakan menulis di sosial media, di story watsapp, postingan instagran, dan media lainnya.
Mengapa budaya menulis dan membaca tidak boleh hilang? Karena dua hal itu adalah acara untuk menggerakkan pikiran supaya menjadi ibu rumah tangga yang cerdas, berdaya, dan kritis terhadap masalah-masalah keluarga dan sekitar.
Jadi, kalau kamu lulusan S2 yang memilih menjadi ibu rumah tangga, kamu tidak perlu minder dan berkecil hati. Karena kamu adalah perempuan hebat. Teruslah bergerak dengan pikiran dan jiwamu untuk membangun rumah tangga yang sejahtera. Sehingga, kamu bisa melahirkan generasi emas untuk bangsa, dan mampu menciptakan tatanan sosial yang baik.
Selain itu, kualitas masyarakat dapat diukur dari kualitas lingkungan keluarga. Untuk meningkatkan kualitas keluarga, tentu tidak terlepas dari peran ibu rumah tangga. Â