Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Bambang dan Maximus, sebuah Kesetiaan Tegak Lurus

30 November 2012   04:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:27 1083 1

Seperti kemelut yang terus berlanjut di tubuh PSSI. Rumah besar yang menaungi persepakbolaan nasional ini kian kemari semakin sulit dimengerti. Orang-orang yang mengklaim memiliki kewenangan untuk mengurusi jenis olahraga yang paling digemari ini tak ubahnya seperti selebriti. Perbedaan cara pandang dan langkah membangun persepakbolaan nasional tidak ditempuh melalui jalan kekeluargaan tapi malah diumbar dengan cuap-cuap di media cetak dan digital. Ujung-ujungnya, reputasi dan citra persepakbolaan nasional terjun bebas bukan hanya ditingkat Asia, ditingkat Asia Tenggara pun kita terseok. Peristiwa ini jelas merugikan semua pihak terutama para pemain itu sendiri.

Mereka-mereka yang terus berseteru itu justru tidak memiliki sikap sportif dan kekanak-kanakan.Fakta adanya dualisme kepemimpinan sejatinya semakin menunjukkan betapa sikap hormat menghormati telah ditanggalkan di luar lapangan. Ia bukan lagi menjadi gaya permainan yang justru di belahan negara lain semakin dibudayakan.

Bagaimanapun, persepakbolaan nasional harus segera diselamatkan. Karena ia cukup ampuh untuk merangkul anak bangsa dalam satu ikatan kesatuan, nasionalisme. Nasionalisme yang kian hari kian tergerus oleh kepentingan golongan dan pemodal. Karenanya, kita bangga ketika seorang Bambang Pamungkas bergabung dalam Timnas AFF 2012. Keputusannya untuk kembali ber-jersey Garuda Merah patut diapresiasi. Kesetiaan yang harus terus ditularkan kepada para penerus kejayaan sepak bola nasional. Kesetiaan yang sama halnya telah Maximus lakukan walaupun ia harus membayar mahal. Maximus, Jenderal besar kepercayaan Kaisar Marcus Aerilius menyusuri jalan sunyi tanpa anak dan istri. Maximus akhirnya berjarak dan berseberangan dengan Commodus, seorang pangeran yang berwatak bebal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun