Merujuk sejarah, logika sesungguhnya telah menjadi fondasi peradaban manusia sejak zaman Yunani Kuno. Para filsuf seperti Aristoteles dan Socrates bahkan meletakkan logika dan retorika sebagai salah satu pilar pendidikan penting di samping matematika, astronomi, dan musik. Sayang formulasi logika klasik ini kemudian menghilang dari arus utama pendidikan di kebanyakan negara.
Akibatnya, kemampuan menganalisis argumen dan mendeteksi kekeliruan berpikir tidak diajarkan secara memadai. Masyarakat modern yang tercerahkan seharusnya tidak mudah termakan isu dan informasi yang salah kaprah, apalagi jika berurusan dengan topik-topik serius seperti kebijakan publik, pemilihan pejabat, dan penentuan arah bangsa.
Kini, di tengah banjirnya hoaks di media sosial yang kerap memicu konflik dan permusuhan dalam masyarakat, upaya revitalisasi logika menjadi penting. Prinsip-prinsip logika dasar seperti mengenali argumentasi keliru, falasi logika, dan retorika propaganda perlu diajarkan secara luas agar masyarakat tidak mudah tertipu.
Sebagai contoh, dengan memahami logika dasar, masyarakat bisa mengenali bentuk argumentasi post hoc ergo propter hoc yang kerap muncul. Argumentasi ini menyimpulkan bahwa jika peristiwa B terjadi setelah peristiwa A, maka A yang menyebabkan B. Argumentasi ini jelas keliru logikanya karena ada banyak faktor lain yang bisa menjadi penyebab B. Namun, argumen model ini sering muncul dalam wacana publik dan menyesatkan opini.
Atau, publik perlu memahami apa itu argumentasi lingkaran (circular reasoning) agar tidak mudah percaya pada pembenaran semu. Dalam argumentasi lingkaran, kesimpulan yang ditarik sebenarnya sudah terkandung dalam premis awal sehingga tidak masuk akal. Sayangnya, bentuk argumentasi ini kerap muncul dalam debat kusir, terutama di ranah daring.
Jika prinsip-prinsip logika dasar ini diajarkan secara luas kepada publik dan difasilitasi sebagai gerakan literasi digital, saya yakin masyarakat bisa lebih kritis dan rasional dalam menyaring informasi. Kemampuan berpikir analitis dan logis masyarakat akan meningkat sehingga hoaks dan propaganda keliru tidak akan mudah menyebar.
Perang melawan hoaks dan kebohongan di ruang publik memerlukan senjata pamungkas, yaitu logika. Kita perlu gerakan masif untuk menjadikan logika sebagai bagian penting dari pendidikan literasi digital agar masyarakat modern tidak mudah ditipu dan dimanfaatkan kepentingan sempit. Inilah tantangan terberat zaman now yang mesti dijawab dengan penguatan fondasi berpikir rasional.
Pentingnya literasi logika bagi publik sesungguhnya bukan hanya terbatas pada penanggulangan hoaks dan kebohongan informasi. Logika yang baik memiliki manfaat jauh lebih luas bagi tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dengan kemampuan logika dan berpikir rasional yang memadai, masyarakat bisa menjadi pengawas yang baik atas penyelenggaraan negara. Argumentasi dan kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat bisa dengan cepat dideteksi dan dikritisi. Diskursus dan debat publik terkait hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama bisa berjalan lebih sehat.
Selain itu, penguatan literasi logika juga bisa membantu penegakan hukum dan sistem peradilan menjadi lebih baik. Dengan kemampuan menganalisis bukti dan fakta secara logis yang dimiliki aparat penegak hukum dan hakim, kasus-kasus hukum bisa diselesaikan dengan lebih adil dan tidak berpihak. Judgment errors yang kerap terjadi akibat bias kognitif atau emosi bisa ditekan.
Bahkan, logika yang baik juga membantu dunia bisnis. Dengan berpikir rasional, pengambilan keputusan strategis perusahaan bisa menjadi lebih baik dan presisi. Perencanaan dan analisis risiko menjadi terbantu dengan metode-metode logis seperti critical path analysis. Produktivitas dan efisiensi perusahaan juga didukung cara berpikir sistematis dan rasional para eksekutifnya.
Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan literasi logika wajib didukung semua elemen bangsa ini. Ini bukan semata urusan kaum intelektual atau akademisi, melainkan tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Mari kita dorong pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk segera merumuskan kurikulum dan program literasi logika secara masif, guna memperkuat daya nalar kritis warga negara. Inilah kunci membangun masyarakat bijak bestari di era disruptif saat ini.