Zaim Saidi Sudah barang tentu bermuamalah itu mudah. Setiap hari kita berinteraksi dengan orang lain. Persoalannya adalah sudahkah kita bermuamalah sesuai dengan tuntunan syariah? Dalam dua kategori muamalah yang pertama, nikah dan waris, boleh jadi kita masih mengikuti kaidah syariah. Karena kita menjalankannya. Tapi dalam urusan sosial dan komersial? Kebanyakan kita bahkan tidak peduli lagi apakah ada kaidah syariahnya, apalagi menjalankannya. Kenyataan ini dapat dimengerti karena sejak di bangku sekolah, juga di lingkungan sosial, kaidah muamalah yang kita dapatkan sama sekali tidak didasarkan kepada syariat Islam. Kita bersikap taken for granted: uangnya adalah uang kertas, nabungnya di bank, jual beli dengan kredit berbunga, hidup dengan asuransi dan dana pensiun, dan seterusnya. Lebih-lebih ketika kemudian ada sebagian orang yang mengislamisasi praktek-praktek ribawi tersebut. Semua jenis institusi ribawi dilabelisasi dengan label "syariah": maka ada bank syariah, asuransi syariah, pasar saham syariah, obligasi syariah, sampai ratu sejagad syariah! Sedangkan Islam memiliki model sendiri yaitu muamalah, dengan lima pilarnya, sebagaimana telah diuraikan secara terpisah. Nabi sallalahu alayhi wa sallam mengajarkan kita menggunakan alat tukar yang terbuat dari komoditi, dua yang terbaik adalah Dinar emas dan Dirham perak, dan bukan uang kertas, membangun pasar bukan mal, menggunakan wadiah bukan bank, meyakini takdir dan qadar Allah , subhanahu wa ta'ala, dan tidak mengandalkan perjudian dan spekulasi asuransi, dan seterusnya. Dalam kondisi seperti ini, seperti disinyalir oleh Khalifah Umar ibn Khattab, mendapatkan kembali pengetahuan muamalah menjadi prasyarat pertama, agar Anda tak masuk jebakan riba. Setiap muslim wajib mengerti yang riba dan yang bukan riba, yang halal dan yang haram. Setiap muslim wajib kembali memahami esensi uang kertas, dan mengapa harus kembali kepada Dinar emas dan Dirham perak. Setiap muslim harus mengerti makna dan peran wakaf dalam kehidupan perekonomian umat. Kedua, niat, dan komitmen, untuk berubah. Dalam sistem yang nampak kokoh, tetapi sesungguhnya sangat rapuh itu, perubahan sikap Andalah yang akan mengubahnya. Yakinkan dalam hati bahwa riba itu haram, zalim dan menjijikkan, karena Nabi sallalahu alayhi wa sallam menyatakan dosanya lebih buruk dari 36 kali berzina. Setiap kali Anda terlibat dengan riba setara dengan kita 36 kali berzina! Ketika keyakinan itu telah ada, akan tumbuh sikap untuk tidak membutuhkan seluruh institusi riba itu: uang kertas, bank, asuransi, kredit berbunga, dst. Meski institus-instutusi itu diislamisasi, karena tanpa mengubah substansinya, tanpa menghilangkan ribanya. Begitu Anda berubah, sekitar Anda akan berubah untuk Anda. Ketiga, bertindak. Bertindaklah, amalkanlah pengetahuan yang telah Anda dapat, meski baru sedikit. Itu lebih baik daripada memiliki banyak pengetahuan tapi lumpuh. Nabi sallalahu alayhi wa sallam menyatakan: "Lakukan yang kamu tahu, dan Allah, subhanahu wa ta'ala, akan beritahukan yang engkau tidak tahu". Nabi sallalahu alayhi wa sallam juga menyatakan pengetahuan yang tidak diamalkan, akan meracuni tubuhmu. Mulailah dari yang paling mendasar, perlahan-lahan tinggalkan uang kertas. Gunakanlah Dirham perak dalam transaksi sehari-hari. Dalam transaksi bernilai besar gunakan Dinar emas. Menjadi kewajiban setiap Muslim, untuk menularkan pengetahuan muamalah itu, dalam praktek, kepada orang lain. Jadikan setiap tempat tinggal Anda sebagai "Kampung Jawara", hingga bukan cuma Anda sendiri, tapi seluruh warga dapat bermuamalah dengan Dirham perak. Kampung Jawara Tanah Baru, Depok, bisa dijadikan contoh. Diawali oleh sebuah minimarket, SahlanMart sekitar dua tahun lalu, di Tanah Baru kini telah ada sekitar 40 anggota Jawara lain. Ada dokter, ada tukang sayur, ada tukang listrik, ada pemilik rumah kontrakan, ada penjual sepeda, penjual pulsa, dan kios servis komputer, ada madrasah, ada bengkel besi, ada loper koran, ada kios buku, sampai tukang kebun. Jadilah pelopor, seperti mas Arif Sahlan, pengelola SahlanMart itu. Atau Kang Ahmad Acep, si loper koran, yang tidak banyak mempertanyakan ini dan itu, telah menjalankannya, hanya karena ingin mengamalkan sunnah nabi. Dan kalau Anda memeloporinya banyak orang akan mengikuti. Rasakan keberkahan dan kenikmatan yang Anda peroleh dari tindakan Anda menegakkan sunnah Nabi yang telah lama roboh ini. Jangan menggantungkan diri pada, apalagi menyalahkan, orang lain, kalau di kampung Anda belum ada yang mengerti dan menerima Dirham perak. Katakan pada diri sendiri: "Ah, ini salah saya. Mulai hari ini saya akan jadikan kampung ini Kampung Jawara."
Follow saya di @zaimsaidi
KEMBALI KE ARTIKEL