Hari masih pagi di pasar sepeda yang berada di jalan Terminal Lama, Barabai Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Ratusan sepeda sudah berjejer di pasar yang selalu ramai pada hari Sabtu itu. Sepeda-sepeda yang dipajang oleh para belantik sepeda tersebut beragam jenis, mulai dari sepeda ontel sampai sepeda merk terbaru. Menjelang siang, calon pembeli mulai berdatangan. Pasar sepeda Barabai menjadi unik karena berumur tua dan selalu didatangi pembeli-pembeli dari daerah yang jauh. Pembeli-pembeli iitu tidak hanya dari HST, tapi juga dari kabupaten-kabupaten yang lain di Kalsel. Bahkan beberapa pembeli berasal dari Kalteng dan Kaltim. Suara calon pembeli dan belantik yang tawar menawar bercampur dengan suara bunyi roda sepeda diputar menambah riuh suasana. Beberapa belantik tampak sibuk, ada yang mengelap sepeda pajangannya, ada yang memperbaiki setang dan beberapa terlihat sedang berbincang dengan sesama belantik. Di tengah kesibukan itu, H Suri (60) duduk di atas motor Suzuki CBR tahun 70an miliknya. Belantik asal desa Murung A kecamatan Batu Benawa itu menunggu calon pembeli menawar salah satu sepeda miliknya yang dipajang di antara sepeda-sepeda milik belantik lain. H Suri sudah 40 tahun menjadi belantik sepeda di daerah Hulu Sungai Tengah.. Saya menjadi pedagang sepeda sejak tahun 70an Katanya, Sabtu (16/10) lalu. Penghasilan H Suri sendiri sebagai belantik sepeda saat ini mencapai Rp100 ribu sampai Rp200 ribu perhari. Selain di Pasar Sepeda di Barabai, H Suri juga berjualan di beberapa pasar kecamatan. Tergantung hari pasar, misalnya selasa, saya berjualan di Pantai Hambawang. Senin di Birayang. Kalau sabtu ya di sini. Ujar H Suri. H Suri juga mengaku kadang-kadang Ia berjualan di Pasar Sepeda Amuntai, HSU. Sepeda yang akan dijualnya hari itu terdiri dari sebuah Phoenix, dua buah sepeda merk Pollygon Sera dan tiga buah sepeda anak-anak. Semuanya adalah sepeda bekas. Seseorang mendekati sepeda merk Phionex. Orang itu memandang sebentar kepada H Suri. Lima ratus kaya apa? (Rp 500 ribu. Bagaimana?) tawar orang itu sambil mengelus setang Phoenix yang warnanya mulai kusam. Naikakan lagi (tambah lagi) Ujar H Suri. Berapa garang habisnya (memangnya harga matinya berapa?) Lima satangah hanyar kulapas (Rp 550 ribu baru kujual) Kata H Suri. Penawar tadi memperhatikan sepeda phoenix itu beberapa saat, kemudian ia pergi ke belantik lain. Tak ada deal saat itu. Untuk satu buah Phoenix bekas, H Suri menetapkan harga Rp 550 ribu sampai Rp Ribu. Sepeda anak-anak merk Jambolly atau Wimcycle seharga Rp200 ribu samapi Rp300 ribu. Yang agak mahal adalah sepeda merk Pollygon Sera, meski hanya sepeda bekas harganya bisa mencapai Rp800 ribu. Kata H Suri. Harga Pollygon Sera itu menurut H Suri karena merk itu merupakan merk sepeda keluaran terbaru dan paling diminati . Yang paling mahal menurut H Suri adalah sepeda ontel merk Raleh, harganya bisa mencapai Rp2 Juta sampai Rp3 Juta. Sebenarnya tidak ada ketetapan harga pasti tiap sepeda yang dijual di pasar sepeda Barabai itu. Tiap belantik mempunyai ketetapan harga masing-masing. Saya tidak tahu berapa belantik lain menetapkan harga sepeda milik mereka. Cuma, selisih harganya paling Rp50 sampai Rp75 ribu.. Kata H Suri. Hal ini karena kebanyakan sepeda yang dijual di pasar sepeda itu adalah sepeda bekas. Jadi menurut H Suri, harganya relatif, tergantung kualitas barang. Kalau barangnya masih bening (bagus) tentu harganya tinggi. Kata H Suri. Jika sudah harga sudah disepakati, pembeli dan belantik akan pergi ke Sekretariat Persatuan Pedagang Sepeda. Sekretariat itu berada di tengah pasar sepeda. Di sana akan dibuatkan kwitansi pembelian dengan membayar iuran sebesar Rp5000. Kwitansi pembelian itu. Menurut Rahli (Sekretaris Persatuan Pedagang Sepeda Tunas Harapan Barabai, kwitansi pembelian itu untuk memudahkan pembeli jika ingin menjual kembali sepedanya. Kalau tidak ada kwitansi pembelian nanti akan susah menjual kembali sepedanya. Bisa-bisa dikira barang cuntanan (curian) atau barang yang bukan-bukan. Kata Rahli. Hal ini diakui seorang belantik yang tak ingin disebutkan namanya. Menurutnya, para belantik baru berani membeli sepeda tersebut jika dilengkapi surat keterangan dari kepala desa atau ketua RT asal tempat tinggal orang yang akan menjual sepeda. Jika suratnya itu tidak disertai stempel, kami (para belantik) tetap tidak berani membeli sepeda itu Ujar Belantik itu.
KEMBALI KE ARTIKEL