Defenisi Sumpah
Sumpah, menurut fikih, yaitu menggunakan nama-nama Allah SWT atau sifat-sifat-Nya untuk bersumpah. Contoh, “Demi Allah sungguh aku akan lakukan ini,” atau “Demi Dzat yang jiwa ragaku berada pada kekuasaan-Nya, sungguh aku akan lakukan ini,” atau “Demi Dzat yang membolak-balikkan sanubari-hati manusia, sungguh aku akan lakukan ini,” dan sejenisnya.
Hal-Hal yang Dapat Digunakan untuk Bersumpah
Bersumpah itu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan nama-nama Allah atau sifat-sifat-Nya. Karena, Nabi saw bersumpah dengan Allah, Dzat yang tiada Tuhan selain-Nya dan bersumpah dengan ucapannya, “Demi Dzat yang jiwa ragaku berada pada kekuasaan-Nya.” Demikian pula, Jibril as bersumpah dengan sifat izzah (menang/kuasa) Allah, maka Jibril berkata, “Demi sifat izzah-Mu (sifat kemenangan-Mu/kekuasaan-Mu) seseorang tidak akan mendengarkan surga kecuali dia pasti memasukinya.” (HR Tirmizi seraya menyahihkannya).
Dengan demikian, seseorang tidak boleh bersumpah dengan selain nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, baik bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan dan dimulyakan Allah atau bersumpah dengan Nabi saw. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw di bawah ini:
“Barangsiapa bersumpah, hendaknya dia bersumpah dengan Allah, atau (jika tidak) hendaknya dia berdiam diri.” (Muttafaq ‘alaihi/Bukhari & Muslim).
“Janganlah bersumpah, kecuali dengan Allah, dan janganlah bersumpah kecuali kamu dalam keadaan benar.” (HR Abu Daud dan Nasa’i).
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah musyrik.” (HR Ahmad).
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kafir.” (HR Abu Daud dan al-Hakim).
Macam-Macam Sumpah
Sumpah itu ada tiga macam: sumpah palsu (yamin ghamus), sumpah tanpa sengaja (sumpah laghwu), dan sumpah yang sah (sumpah mun’aqidah).
1. Sumpah palsu (yamin ghamus), yaitu seseorang bersumpah dengan sengaja untuk berbohong. Seperti, dia berkata, “Demi Allah sungguh aku membeli ini dengan harga Rp 50.000,00,” padahal dia tidak membelinya dengan harga sebanyak itu, atau dia berkata, “Demi Allah sungguh aku telah melakukan hal ini,” padahal dia tidak melakukannya. Sumpah ini disebut yamin ghamus (sumpah palsu), karena sumpah itu menjadikan pelakunya berdosa. Sumpah ini adalah sumpah yang disinyalir oleh sabda Nabi saw, “Barangsiapa bersumpah, dan dia berdusta dalam sumpah itu, untuk memakan harta seseorang muslim, maka dia pasti bertemu dengan Allah (pada hari kiamat nanti) dalam keadaan murka.” (Muttafaq alaihi).
Sumpah ini tidak cukup dibayar dengan kaffarah (penebus). Akan tetapi, pelakunya wajib bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. Hal itu, karena besarnya dosa sumpah tersebut, apalagi jika sumpah palsu itu dimaksudkan untuk mengambil hak seorang muslim dengan cara yang tidak benar (batil).
2. Sumpah laghwu, yaitu sumpah yang biasa diucapkan oleh seseorang muslim tanpa unsur kesengajaan. Seperti, orang yang memperbanyak kata “Tidak Demi Allah” dan “Ya Demi Allah” dalam pembicaraanya. Hal ini berdasarkan ucapan Aisyah ra, “Sumpah laghwu adalah seseorang berkata di rumahnya ‘tidak Demi Allah’.” (HR Bukhari).
Termasuk sumpah laghwu adalah seseorang bersumpah terhadap sesuatu, dia mengira sesuatu itu seperti ini, kemudian tiba-tiba perkiraannya meleset. Sumpah tersebut hukumnya berdosa, tetapi orang yang mengucapkannya tidak wajib membayar kaffarah, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Alquran, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja….” (Al-Maidah: 89).
3. Sumpah yang sah (yamin mun’aqidah), yaitu sumpah yang niat awalnya dimaksudkan untuk sesuatu yang akan datang. Seperti, seorang muslim berkata, “Demi Allah sungguh akan aku lakukan hal ini,” atau “Demi Allah sungguh tidak akan aku lakukan ini.” Sumpah seperti ini pelakunya akan dikenai hukum (Allah) jika dia melanggar sumpahnya. Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT di atas, “…tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja….” (Al-Maidah: 89).
Hukum sumpah tersebut adalah jika pelakunya melanggar sumpahnya, dia berdosa dan wajib membayar kaffarah untuk pelanggaran itu. Namun, jika dia melakukan (merealisasikan) sumpahnya, hilanglah dosa dari pelanggaran itu.
Kaffarah Sumpah
Kaffarah sumpah itu ada empat macam, yaitu:
1. Memberikan makan kepada sepuluh orang miskin, setiap orangnya 1 mud (6 ons) makanan pokok/beras. Atau, mengumpulkan mereka semua diajak makan siang/makan malam sampai mereka kenyang. Atau, memberikan beras dan lauk kepada mereka.
2. Memberikan kepada masing-masing dari mereka pakaian yang cukup untuk melakukan salat. Jika pelanggar sumpah itu memberikan pakaian kepada orang wanita, hendaknya dia memberikan pakaian yang bisa digunakan untuk melakukan salat, seperti mukena.
3. Memerdekakan seorang budak mukmin.
4. Berpuasa tiga hari berturut-turut jika mampu, jika tidak, berpuasa tiga hari secara terpisah.
Mengenai urutan kaffarah di atas, seseorang boleh memilih salah satunya. Namun, seseorang hendaknya tidak langsung memilih puasa, kecuali bila dia benar-benar tidak mampu melakukan salah satu dari ketiga hal di atas. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT yang artinya, “… maka kaffarah (melanggar) sumpah itu adalah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberikan pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kaffarahnya melakukan puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarah-kaffarah sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar)….” (Al-Maidah: 89).
Hal-Hal yang Menggugurkan Kaffarah
Kaffarah dan dosa itu bisa gugur atas orang yang bersumpah lantaran dua hal, yaitu:
1. Melakukan sesuatu yang dia bersumpah untuk meninggalkannya, atau meninggalkan sesuatu yang dia bersumpah untuk melakukannya, atau melakukan sesuatu yang disumpahi untuk ditinggalkannya, atau meninggalkan sesuatu yang disumpahi untuk dilakukannya, tetapi dia ketika melakukan atau meninggalkannya dalam keadaan lupa, atau khilaf (salah/tidak mengetahui akibatnya) atau dipaksa orang yang jabatan/kedudukannya lebih tinggi dari pada dia. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw, “Dicabut (beban taklif itu) dari umatku sebab kesalahan, kelupaan, atau karena mereka dipaksa melakukannya.” (HR Bukhari).
2. Dia menyelah-nyelah sumpahnya, seperti dia berkata, “Insya Allah (bila Allah menghendakiu)” atau “Kecuali Allah menghendaki” dan penyelahan itu dilakukan di tempat dia bersumpah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw, “Barangsiapa bersumpah lalu dia berkata, ‘Insya Allah’, maka dia tidak melanggar sumpahnya.” (HR Ashaabus Sunan). Ketika dia tidak melanggar sumpahnya, maka dia tidak berdosa dan tidak wajib membayar kaffarah.
Wajib Merealisasikan Sumpah
Jika seseorang bersumpah kepada saudaranya muslim untuk melakukan hal tertentu, wajib bagi dia merealisasikan sumpahnya dan tidak melanggarnya dengan cara meninggalkan hal yang dia bersumpah dengan hal itu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw kepada seorang wanita yang mendapatkan hadiah kurma dari orang lain, lalu wanita itu makan sebagian kurma yang didapatkan itu dan meninggalkan sisanya. Kemudian, wanita itu bersumpah untuk memakan sisa kurma itu. Tiba-tiba dia enggan memakannya, maka Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Realisasikanlah sumpahmu, karena dosa itu ditanggung orang yang melanggar (sumpahnya).” (HR Ahmad dan para perawinya perawi hadis sahih).Wallahu A’alam
Sumber:
- Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir al-Jazaairi
- Taujihatul Islamiah – Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu