Saya sendiri mengenal sosok Jokowi bersamaan media memberitakan Mobil Esemka, bahkan saya juga ikut bangga, walau realisasi tujuan Mobil Esemka belum memenuhi pemberitaan media kembali. Saya pun yakin banyak masyarakat Indonesia juga ikut memujinya.
Nasib baik Jokowi yang hampir sama dengan SBY tersebut memancarkan dan menuai sanjungan, lebih jauh lagi dibaliknya tersimpan harapan besar akan adanya perubahan untuk Jakarta sebagai metropolitan. Sanjungan, pujian, memperbesar percaya diri pun sampai digunakan oleh para pendukung yang menjadi gumpalan bius penuh racun untuk mematikan strategi lawan. Sanjungan dan pujian serta kepercayaan kemampuan potensi diri seakan tak pernah berhenti menjelang pertarungan paling menentukan di putaran kedua.
Namun di balik semua itu, ada terselip kekhawatiran manakala Jokowi akhirnya terpilih dan menjadi Gubernur Jakarta tetapi dalam periode kepemimpinannya kurang sesuai harapan dengan warganya misalnya tidak dapat mengatasi banjir, kemacetan dan beberapa kesemrawutan yang dininilai terasa oleh warganya akankah terjadi hujatan yang sama seperti hujatan-hujatan yang ditujukan kepada SBY ketika dinilai gagal dalam menjalankan roda pemerintahan yang dipimpinnya. Saya sendiri masih husnudh-dhon (berprasangka baik) bahwa hujatan kepada SBY yang dulu sempat bertebarkan sanjungan adalah salah satu bentuk evaluasi, kritik, koreksi untuk memperbaiki kinerjanya.
Semoga jikalau Jokowi menjadi gubernur DKI dan kebetulan kurang baik dalam mengelolanya (harapan kepemimpinannya bagus) tidak terjadi arus balik pujian jadi hujatan, sanjungan jadi umpatan, yang andai pun harus terjadi umpatan dan hujatan itu untuk perbaikan. Tentu saya juga ikut berharap walau bukan warga DKI karena masih ikut memiliki sebagai warga Indonesia mudah-mudahan Jakarta akan lebih baik setelah mempunyai gubernur baru, baik Jokowi ataupun Foke.