The 2019 coronavirus disease (COVID-19) has presented unfathomable difficulties for kids, teenagers, and their families all around the world. Â In December 2019, the virus---first discovered in Wuhan, China---was discovered. Families have suffered greatly as a result of the pandemic-related shutdown of businesses and schools.
 The COVID-19 pandemic has drastically affected children's and adolescents' daily life as well, which might eventually lead to stress. This is demonstrated by the growing number of stories about children's mental health decline.  We cannot support ideas that separate physical and mental health since they are two different concepts.
 It is claimed that a variety of factors play a role in how often mental health illnesses manifest their symptoms.  According to research, loneliness and social isolation raise the chance of
According to psychologists and other specialists, the rise in mental health problems is brought on by loneliness, financial hardships, job loss, marital violence, isolation, fear of contracting the corona virus, and grieving over the loss of loved ones.
There is no denying that the pandemic has had a significant effect. Â Preliminary findings from a global survey of children and adults in 21 countries, conducted by UNICEF and Gallup, show that a median of 1 in 5 young people aged 15 to 24 years reported feeling depressed or uninterested in activities. The results are briefly presented in The State of the World's Children 2021 report.
 As the COVID-19 epidemic enters its third year, the pandemic's effects on.
------------------------------------------------------------
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) telah menciptakan tantangan yang tak pernah terbayangkan bagi anak-anak, remaja, dan keluarga mereka di seluruh dunia. Virus yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China, pada Desember 2019 lalu, Penutupan sekolah dan bisnis karena pandemi ini memberikan efek yang signifikan kepada para keluarga.
Keseharian anak-anak dan remaja pun secara signifikan terganggu dengan adanya pandemi COVID-19, yang akhirnya dapat memicu stres Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya laporan tentang memburuknya kesehatan mental anak. Kesehatan mental adalah bagian dari kesehatan fisik, dan kita tidak bisa mempertahankan pandangan yang memisahkan keduanya.
Banyak faktor yang dinyatakan berkontribusi pada kemunculan gejala gangguan kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa isolasi sosial dan perasaan kesepian meningkatkan risiko depresi dan kecemasan, di mana durasi perasaan kesepian ini memiliki dampak paling besar terhadap kesehatan mental anak-anak. Penggunaan telepon genggam dan internet juga meningkat selama pandemi COVID-19, di mana penggunaan yang berlebihan pada anak-anak dan remaja dinyatakan berkaitan dengan meningkatnya depresi.Selain penggunaan internet. kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan dapat meningkatkan depresi dan kecemasan, selain itu kesulitan yang dialami para orang tua, termasuk hilangnya pekerjaan, pendapatan, serta peningkatan beban dalam mengasuh anak juga dapat meningkatkan stres, bahkan menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan anak.
para psikolog dan ahli lain meyebutkan bahwa meningkatnya isu kesehatan mental disebabkan oleh isolasi, ketakutan akan terinfeksi virus korona, kesepian, kekerasan dalam rumah tangga, kesulitan keuangan, pemutusan hubungan kerja, maupun kesedihan setelah kehilangan orang yang dicintai
Tak dapat dipungkiri, pandemi telah berdampak sangat besar. Menurut temuan awal dari survei internasional terhadap anak-anak dan orang dewasa di 21 negara yang dilaksanakan oleh UNICEF dan Gallup -- hasilnya disajikan sekilas di dalam laporan The State of the World's Children 2021 -- terdapat median 1 dari 5 anak muda usia 15-24 tahun yang di dalam survei yang menyatakan mereka sering merasa depresi atau rendah minatnya untuk berkegiatan.
Memasuki tahun ketiga pandemi COVID-19, dampak pandemi terhadap kesehatan dan kesejahteraan mental anak-anak dan orang muda terus memburuk. Data terkini dari UNICEF menunjukkan bahwa, secara global, setidaknya 1 dari 7 anak mengalami dampak langsung karantina, sementara 1,6 miliar anak terdampak oleh terhentinya proses belajar mengajar. Gangguan terhadap rutinitas, pendidikan, rekreasi, serta kecemasan seputar keuangan keluarga dan kesehatan membuat banyak anak muda merasa takut, marah, sekaligus khawatir akan masa depan mereka.