Dia memang mirip Arjen Robben, pesepakbola negeri Kincir Angin. Mempunyai tulang rahang yang menonjol, berhidung mancung dan berkepala botak. Bedanya, Arjen Robben bertinggi badan sekitar 180 cm, tapi dia hanya 150 cm-an, sebuah angka tinggi badan yang terkategori pendek.
Usianya 1 tahun lebih tua dariku. Dia tak pernah kuliah meski orang tuanya punya sawah yang luas. Dia hanya tamatan STM (Sekolah Teknik Menengah) jurusan Bangunan. Sekarang, dia berprofesi sebagai sopir carteran.
Dialah My Real Superheroes, sepupuku, Achmad Cholik Mustofa, yang biasa kupanggil dengan Mas Cholik.
**
Karena masih saudara dekat, dia sudah kukenal sejak kecil. Dia adalah anak dari Budhe Titik, kakak ibuku. Semasa kecil, kami berdua bermain bersama. Aku sering mengunjunginya, menginap di rumahnya, begitupun dia. Bahkan, Mas Cholik sering menginap di rumahku selama berhari-hari. Jadi, kami terbiasa makan bersama, tidur bersama, bahkan kalau perlu, kentut juga saling bersahutan. Saking akrabnya.
**
Suatu waktu ketika aku masih kelas 3 SD, aku pernah mandi di sungai bersama Mas Cholik. Sungai itu berada di samping rumah Mas Cholik. Saat itu, aliran air sungai tidak begitu deras karena musim penghujan belumlah datang. Aku belum begitu bisa berenang seperti Mas Cholik. Dan entah kenapa, aku berani saja untuk mandi di sungai itu meskipun Mas Cholik bilang bahwa sungai itu memiliki ‘Kedung’, sebuah istilah untuk cerukan yang dalam. Karenanya, ia memintaku untuk berhati-hati.
Dan ternyata, itu adalah awal petaka untukku. Sewaktu aku melintas di atas ‘kedung’, sebuah pusaran air menyeretku ke dalam. Aku tak ingat apa apa lagi sebelum kemudian ada kerubungan orang di sekitarku yang sayup-sayup kudengar mereka berkata,”Untung Cholik langsung memegang tangannya dan menariknya ke tepi. Kalau tidak, entah apa jadinya..”
Itulah awal dari sebuah tindakan kepahlawanan dari Mas Cholik, sepupuku. Menarikku dari cerukan dalam sungai ketika aku hampir tenggelam.
Meski peristiwa di sungai itu murni kehendak Tuhan, tak dipungkiri bahwa Mas Cholik adalah entitas kasat mata penentu kehidupanku yang dikirim oleh Tuhan kepadaku. Jadi, tangan Tuhan telah ikut campur dalam kehidupanku melalui Mas Cholik. Jika kupikir-pikir, ini mirip sekali dengan gol penentu Arjen Robben ketika Manchester United dikalahkan Bayern Muenchen sewaktu Liga Champion 2010 beberapa waktu lalu. Tuhan mentakdirkan MU kalah melalui kaki Arjen Robben.
**
Sewaktu kami remaja, kami juga tak pernah saling berjauhan. Kami menghabiskan tahun baru bersama di Pantai Teleng Ria Pacitan, atau bersenang-senang di pinggir Telaga Sarangan Magetan, ataupun naik perahu di Telaga Ngebel Ponorogo. Dimalam minggu yang cerah, kami nonton filem bersama di bioskop bertitel ‘MISBAR’, maksudnya, ‘gerimis bubar’. Maklum, layar tancap murahan. Jika ada waktu lebih banyak, aku sering mengajaknya keluyuran ke alon-alon, nonton pasar malam. Pendek kata, kami memang akrab.
Perjalanan hidup kami mulai berbeda ketika kami lulus SMA. Selepas SMA, aku kuliah di Universitas Negeri di Surabaya. Sementara Mas Cholik, ternyata memilih untuk langsung bekerja setelah menamatkan sekolahnya di STM. Meski orang tuanya siap menjual sawah jika Mas Cholik berkeinginan untuk kuliah, tapi Mas Cholik lebih memilih untuk bekerja daripada kuliah.
**
Riwayat kerja Mas Cholik dimulai ketika dia narik ojek. Dengan bekal motor Yamaha Force One, dia ngetem di depan Pondok Modern Gontor Ponorogo, untuk narik ojek bagi santri-santri pondok yang ingin keluar mencari perlengkapan sehari-hari. Profesi ngojek ini berlangsung beberapa tahun hingga akhirnya Mas Cholik mampu membeli sebuah mobil Suzuki Carry bekas, meski ia membeli mobil second itu dengan tabungan ditambah utang sana sini.
Dengan mobil Carry itu, Mas Cholik mulai memberanikan diri untuk bisnis carteran. Mula-mula ia hanya menawarkan jasa carteran kepada tetangga-tetangga sekitar untuk keperluan-keperluan biasa semacam mengantar untuk acara pernikahan dan rekreasi. Tetapi karena dirasa kurang begitu menguntungkan, Mas Cholik mencoba untuk menawarkan carteran bagi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang akan terbang ke luar negeri melalui bandara Juanda Surabaya. Disamping mengantar calon TKI, Mas Cholik juga menjemput TKI yang baru saja pulang. Bisnis carteran antar jemput TKI ini berlangsung beberapa tahun hingga Mas Cholik mampu membeli mobil yang lebih bagus, yakni Toyota Kijang Super.
**
Hubunganku dengan Mas Cholik tetap terjalin meski ia bekerja, dan aku kuliah. Jika Mas Cholik punya waktu ke Surabaya, ia pasti mampir ke rumah kost-ku. Begitu pula jika aku pulang dari Surabaya karena libur kuliah, aku pasti menyempatkan diri untuk mengunjungi Mas Cholik.
Ketika aku lulus kuliah, aku memutuskan diri untuk pulang kampung dan bekerja di daerahku. Beberapa tahun bekerja, akhirnya aku memutuskan untuk menikah. Meski sempat ragu dengan calon isteriku, aku mendapatkan kepastian setelah Mas Cholik meyakinkanku. Aneh memang. Untuk suatu pernikahanpun, Mas Cholik memberikan kontribusinya untukku. Jika banyak orang harus beristikharah untuk mendapatkan kepastian mengenai calon pendamping hidupnya, aku tak melakukan itu. Aku hanya berdoa saja, dan Mas Cholik mengatakan kepadaku,”Aku yakin dia wanita yang baik. Nikahi saja dia..!!” Dan akupun menikah.
Sempat bingung ketika aku ingin mencari tempat tinggal setelah menikah, karena aku belum punya rumah sendiri. Mau tinggal di rumah mertua, aku sungkan. Mau tinggal bersama kedua orang tuaku, tempatnya jauh dari tempat kerjaku. Akhirnya kuputuskan untuk mengontrak rumah. Tak kuduga, ternyata Mas Cholik menjadi pahlawanku lagi. Ia mencarikan kontrakan rumah untukku, dan kontrakan itu kutempati hingga beberapa tahun. Jadi, Mas Cholik tetaplah menjadi sosok yang mempengaruhi kehidupanku.
**
Ketika kontrakan rumah yang kutempati tidak diperpanjang lagi oleh pemiliknya, aku mulai gundah. Aku harus mengontrak rumah lagi karena aku jelas belum punya uang untuk membeli rumah. Ketika kegundahanku ini kusampaikan kepada Mas Cholik, ternyata Mas Cholik tak menginginkanku berpikir panjang. Ia mengatakan kepadaku,”Beli rumah aja. Aku yang bayar. Nanti kamu mencicilnya kepadaku.”
Bak hujan deras di musim kemarau, akhirnya aku menerima saja uluran tangan Mas Cholik. Aku membeli rumah dengan uang pinjaman darinya. Setelah itu, aku mengangsur semampuku kepada Mas Cholik. Kalau ada definisi yang lebih bagus dari sekedar pahlawan, mungkin akan kugunakan untuk Mas Cholik.
Bantuan Mas Cholik yang begitu besar ini sempat kubawa-bawa dalam setiap doaku. Dalam tahajudku aku selalu meminta kepada Tuhan untuk memberikan rizki yang berlimpah kepada Mas Cholik. Karena dia selalu membantuku dalam kondisi apapun. Bantuan terakhir yang kuterima darinya adalah ketika ibuku harus opname lama sekali di rumah sakit dan membutuhkan biaya yang begitu besar. Mas Cholik dengan jiwa penolongnya juga tak tinggal diam. Ia membantuku ketika itu.
**
Mungkin bukan cuma aku yang ditolong oleh Mas Cholik. Kudengar, teman-temannya juga banyak yang ditolong. Baik materi maupun non materi. Keikhlasan Mas Cholik menolong sesamanya ini yang mungkin menjadi jalan bagi anugerah dan rizki yang diberikan Tuhan kepada Mas Cholik. Saat ini, Mas Cholik sudah memiliki bisnis carteran dengan beberap mobil. Juga mempunyai usaha jual beli mobil bekas. Terakhir, kulihat dia mendapatkan kontrak untuk sewa lahan tower BTS Telkomsel, Pro XL, dan mungkin juga Indosat.
Jika kuceritakan secara lengkap, ternyata kebaikan Mas Cholik kepadaku masih amat banyak. Dia adalah manusia yang paling berpengaruh dalam hidupku, juga sosok pahlawan yang takkan kulupakan. Semoga kesejahteraan dan keselamatan tetap menaungimu, Mas Cholik. Tuhan akan selalu melindungimu. Amin. [ ]