Akhirnya pucuk pimpinan negara Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), membacakan pidato pernyataan sikapnya terhadap perseteruan antara KPK dan Polri yang beberapa waktu terakhir ini mulai mekar dan mengeluarkan aroma menusuk. Mungkin, karena sudah tidak tahan lagi dengan baunya, Pak SBY pun angkat bicara malam (08/10/12) tadi. Ibarat seorang bapak, sudah waktunya beliau turun tangan melerai pertikaian di antara kedua anak-anaknya (Polri dan KPK-red).
Di antara butiran-butiran kalimat yang disampaikan oleh Pak SBY malam itu, sedikitnya ada beberapa poin penting yang patut diketengahkan dan menjadi bukti bahwa bara api pemerintahan dalam menumpas korupsi masih belum jua padam. Pertama, penanganan kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan perwira tinggi Polri, oleh SBY, perintah tersebut dimandatkan kepada KPK. Ini menjadi pengabulan doa dari sebagian luas masyarakat agar penanganan kasus tersebut tidak dilakukan oleh pihak kepolisian untuk menghindari “konflik kepentingan”.
Ke dua, berkaitan dengan tindakan hukum yang dilakukan Polri terhadap salah seorang penyidik KPK (Novel Baswedan) dinilai presiden tidak tepat waktu maupun cara. Pernyataan itu memang betul adanya, mengingat grasak-grusuk yang dilakukan oleh pihak kepolisian di gedung KPK pada jumat malam lalu itu seperti mengindikasikan kelompok Timur Pradopo dkk. tengah mendendam karena salah seorang dari mereka sedang diperkaran oleh kelompok Abraham Samad dkk. Tuntutan yang diajukan kepada penyidik KPK Novel Baswedan itupun seperti terkesan dicari-cari.
Poin ke tiga, ini yang menjadikan KPK semakin superior dalam membasmi kasus-kasus korupsi di Indonesia. Pak SBY mengambil sikap terhadap keterkaitan rencana revisi UU KPK yang dinilai mampu mengkerdilkan kewenangan lembaga itu. Bila revisi tersebut nyatanya mampu memangkas kekuatan KPK, maka akan ditolak oleh beliau.
Dua poin awal dari ketiga poin itu saja, cukup bagi kita untuk menilai bahwa SBY secara tidak langsung lebih membela KPK dibandingkan Polri. Sangkaan selama ini yang menyatakan bahwa Polri merupakan “anak emas” presiden sedikitnya terbantahkan. Lantas yang menjadi kekhawatiran saya adalah setelah pidato tersebut didengarkan ke publik, Polri dan KPK akan menjadi tidak akur untuk waktu yang lama. Keduanya akan lebih sering terlibat di dalam “duel” untuk meraih pencitraan yang paling baik. Ingat, masalah kejahatan di negara ini bukan hanya berasal dari orang-orang kepolisian maupun KPK. Tak peduli entah siapa gerangan si anak kandung ataupun tiri, besar harapan bagi kita agar keduanya mampu merekonsiliasi keadaan, agar bisa bersatu padu kembali dalam memenjarakan penjahat-penjahat di luar sana. Aamiin.
Salam.