Tapi dalam konteks ini yang ada bukannya kita tertawa...tetapi malah mengelus dada, prihatin, bahkan menangis karena sudah merasa tidak punya asa lagi. Warga negara/rakyat sebagai pemilik syah republik ini malah terpinggirkan oleh sekelompok orang yang merasa menjadi pemimpin.
Coba kita renungkan hal-hal ini :
- Kaum ulama. cendikiawan, rohaniawan, pemuka-pemuka agama dalam wadah lintas agama yang sedang menjalankan jihad buat umatnya dengan cara mengingatkan pemerintah (presiden) atas janji-janjinya dulu yang sudah melenceng jauh (ke arah kebohongan) malah mendapat cemoohan, kritikan-kritikan pedas, jawaban-jawaban normatif (anak lulusan SMA juga bisa jawab begitu) dari pemerintah.
- Kasus mafia pajak Gayus yang sudah sangat menggurita kemana-mana (memalukan instansi pajak, kepolisian, kejaksaan) bahkan terkesan kejaksaan dan kepolisian enggan untuk membuka siapa yang mendalangi kasus-kasus besar di perpajakan.
- Kasus korupsi bank century yang berlarut-larut, seperti sengaja di ambangkan dan tidak akan pernah di sentuh lagi. Parlemen sehebat DPR saja berani di cuekin oleh kepolisian dan kejaksaan.
- Kasus penelitian IPB terhadap sampling susu formula yang mengandung bakteri mematikan. yang tidak mau di ekspose ke masyarakat.
- Remunerasi di departemen-departemen milik pemerintah yang menghabiskan dana APBN dan APBD. padahal hal itu belum tentu akan akan menghentilan korupsi dan pungli. Karena korupsi adalah kanker jadu harus diamputasi baru sembuh.
- Yang lagi "meriah-meriahnya" adalah bursa pemilihan ketua umum PSSI yang sarat dan kasat mata muatan-muatan trik Nurdin halid cs dalam melanggengkan kekuasaannya. dan KONI serta Menegpora tidak dapat berbuat banyak menghadapi aksi mereka.
- Adalagi kasus AHMADIYAH yang sudah jelas sesat dan menyesatkan malah seperti mendapat angin dari peristiwa kemarin.
- dst..dst...(masih ribuan renungan lagi yang dapat di tulis dari "pelawak-pelawak"Â yang ada di negeri ini)