Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Foto yang Ditopang Iklan 'Kompas'

24 Juli 2012   15:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:41 442 3

Kepakaran Aviliani dalam ekonomi dan perbankan tidak perlu diragukan. Namun melihat foto doktor IPB di Kompas edisi 24 Juli ini naluri saya membisikkan adanya keganjilan. Keganjilan saya bukan soal dimintai restunya sang Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini oleh Miranda S Goeltom, tersangka kasus dugaan suap untuk pemenangannya sebagai Deputi Gubernur BI. Urusan meminta restu itu biarlah para kritikus ekonomi yang lebih mumpuni mengomentari.

Saya hanya tergelitik dengan adanya nuansa ‘ketidakbiasaan’ hanya hadirnya sosok Aviliani selaku penjenguk Miranda lantas jadi foto di Kompas halaman 3. Peletakan foto berita di halaman ini amatlah strategis. Ada apa? Sah-sah saja Kompas memandang kunjungan itu penting bagi pembaca. Hanya saja, apa ya seorang pengamat ekonomi yang selevel dengan Aviliani akan diperlakukan sama manakala beranjangsana ke Miranda? Kalau seorang ketua umum partai bisa dimengerti, karena ini bagian dari komoditas politik, dan ini sebanding dengan naluri redaksi memuatnya untuk menggali sisi keterkaitan dengan Miranda.

Dalam kapasitas selaku Sekretaris KEN? Ah rasanya jauh. Mungkin akan lebih logis kalau yang berkunjung ada kolega ekonomi yang terbilang satu komunitas epistemik dengan Miranda. Apa hebatnya seorang Aviliani hingga menarik Kompas untuk memuatnya?

Aviliani fotogenik, ini sih tidak perlu dibicarakan walaupun hak Kompas. Untuk mengasosiasikan dengan kehadiran figur perempuan mengingat berita di bawah foto Aviliani adalah juga para perempuan yang disangka dan terdakwa koruptor (Hartati dan Ayin, dalam berita “Kasus Buol: Ayin Diperiksa buat Ungkap Peran Hartati”) ini masih mending dilogikakan. Jadi, selain ada figur perempuan koruptor, pemuatan Aviliani juga semacam antitesis bahwa masih ada perempuan cerdas dan tidak bertindak kriminal.

Spekulasi kedua tidak bermakna apa-apa sampai saya kemudian menemukan kunci jawabannya. Ya, halaman 5 di Kompas hari ini itulah sumber pemecahannya. Ada satu halaman penuh iklan Bank Rakyat Indonesia. Iklan soal janji inovasi bank berplat merah ini dengan tokoh sentral seorang pegawai perempuan. Lho apa lantas hubungannya dengan pemuatan foto Aviliani?

Wah kalau soal ini redaksi Kompas lebih tahu. Hanya saja, kalau seorang dihadirkan foto atau beritanya dengan bersamaan adanya andil usaha yang dikomisarisi atau dipimpinnya (yakni dalam bentuk iklan), Kompas bertindak takelok. Meski samar dan masih mengindahkan etika, saya pikir setiap orang yang tidak beriklan usaha yang dikomisarisinya berhak ditampilkan fotonya kalau memang peristiwanya layak berita.

Jadi, saya ulangi lagi, pertanyaannya sederhana: kalau saja BRI tidak beriklan hari ini akankah Aviliani hadir di halaman 3? Bagaimana pula bila iklan BRI cuma setengah atau seperempat halaman di harian ini? Saya selaku pembaca setia Kompas, lebih menantikan jepretan penghias lembaran harian ini murni dari sebuah kerja jurnalistik; bukan hasil kompromi atau ‘imbal baik’ lantaran ada peran usaha si tokoh terliput (yakni beriklan di Kompas).

Bagaimana menurut Anda? []

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun