Elang Hijau tak tertarik dengan erotisme Tanggo. Ia justru ingin mencakar dan mencabik-cabik tamu tetangga negerinya itu. "Inikah tamu yang dibangga-banggakan semua orang itu?" Bisiknya dalam hati.
Seolah merasa ada yang memperhatikan, penari Tanggo menyapa sang Elang. "Mengapa kamu tak ikut menari?" Tanya salah seorang penari Tanggo.
Sang Elang diam saja. Cakar kakinya mulai meregang. Dia benar-benar tak tertarik menari dan ikut menari.
"Jangan tersinggung. Kalau tak bisa menari. Ajari kami terbang." kata penari lainnya.
Kali ini Elang Hijau menjawab, "Aku sedang tak ingin menari. Juga melayang dan terbang. Aku ingin instirahat sampai membuat kalian terdiam tidak menari".
Semua penari Tanggo tertegun. Balik tersinggung. Dalam hitungan detik mereka serempak menyerang Elang Hijau.
Sang Elang tak kalah sigap. Cepat ia membentangkan sayapnya. Sekali kepak, angin gurun pasir negeri tetangganya terpanggil.
Maka terkubur pasir gurunlah para penari Tanggo itu. Sang Elang kemudian berlalu sambil menukil ucapan Johan Cryuff. "Bermainlah kamu dengan caramu dan aku pun akan bermain dengan caraku," kata Elang Hijau bangga.***
Â