Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Wartawan Dikekang di Aceh!

12 Agustus 2012   05:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:54 582 2

Wartawan dan para pekerja jurnalis adalah orang-orang yang memiliki tugas untuk mencari dan mengumpulkan berita untuk disebarluaskan kepada publik sebaga bentuk pertangungjawabannya baik secara moral maupun profesionalisme nya sebagai bagian dari masyarakat modern. Namun persoalan muncul ketika pemerintah yang berkuasa membatasi akses dalam memperolehnya karena tekanan dan intimidasi dan bahkan tindak kekerasan terhadap para pekerja berita ini karena menyampaikan sebuah kejujuran/fakta.

Dalam hasil Duek Pakat III jurnalis Aceh meminta elemen pemerintah Aceh membuka akses seluas-luasnya bagi insan pers untuk memperoleh informasi apapun dari pemerintah Aceh tanpa adanya tekanan dan intimidasi dari pihak-pihak lain. Ketua IJTI Aceh Didik Ardiansyah dalam pemaparannya di Hermes Palace Hotel mengatakan, selama pemerintahan Zaini-Muzakkir, insan pers di Aceh merasa sulit berkomunikasi dengan Pemerintah Aceh.

Hal ini terbukti dari beberapa kasus yang pernah dialami secara langsung oleh jurnalis saat melakukan peliputan. Sebagai contoh kasus, Didik menyebutkan, saat pelantikan walikota Banda Aceh beberapa waktu lalu wartawan yang hendak mewawancarai gubernur tidak diberikan akses oleh tim pengamanan. Hal senada juga diungkapkan oleh ketua PWI Aceh yang diwakili oleh Imran Jhoni dan Sekretaris AJI Banda Aceh Misdarul Ihsan. Keduanya juga sepakat bahwa elemen pemerintah Aceh harus memahami fungsi media. "Insan pers bukan pengganggu atau pengusik Pemerintah. Wartawan menjalankan fungsinya sebagai pengontrol," terang Imran Jhoni. (acehcorner.com. globe journal).

Sebenarnya, pengekangan terhadap tugas wartawan bukanlah hal yang baru terjadi di Aceh, beberapa waktu lalu justru telah terjadi pengeroyokan terhadap wartawan sebagaimana yang terjadi di  Pidie. Ahmad Idris dikeroyok tiga oknum anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) Sagoe Padang Tiji, di komplek Balai Benih Ikan (BBI) Padang Tiji, Selasa (26/4) sekitar pukul 16.00 WIB. Akibat insiden itu, Rahmad menderita memar di bagian punggungnya. Februari lalu, wartawan tewas di tangan eks kombatan/KPA di Aceh Tenggara. Tahun 2010, bahkan seorang wartawan dianiaya dan dibunuh di Banda Aceh oleh kelompok yang sama.

Deretan penganiayaan dan kekerasan terhadap wartawan kerap terjadi karena tugas wartawan dalam menyampaikan kebenaran. Sehingga tentunya pihak-pihak yang enggan menyampaikan kebenaran sering “gerah” apabila dirinya berhadapan dengan para pencari berita ini. Namun yang lebih patut dipertanyakan adalah, mengapa pemerintahan Aceh yang baru juga ikut-ikutan gerah dengan keberadaan para jurnalis ini? Jika benar adanya pemerintahan yang baru berusia seumur jagung ini berjalan karena kejujuran dan kebenaran, lalu apa persoalannya?

Memang, dalam pemerintahan Aceh yang baru ini, petugas pengamanan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah orang-orang yang berasal dari komite peralihan Aceh (KPA) yang notabenenya adalah para eks kombatan GAM yang terbiasa dengan kekerasan. Namun di tengah masa damai dimana pemimpin dari kelompoknya pun menjadi  pimpinan pemerintahan Aceh seharusnya tindak tanduk dan prilaku gemar kekerasan harus sudah dirubah. Mind set harus diarahkan demi kebaikan pemerintahan dan masyarakat. Good governance yang reliable dilakukan melalui proses transparansi, siapa yang membuat transparansi tu mungkin? Yaa Wartawan. Merekalah yang akan menyebarluaskan informasi tersebut kepada publik, yaitu rakyat Aceh

Jika hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintahan Aceh, maka hampir dapat dipastikan bahwa good governance dan good leadership dan transprancy dapat terwujud karena adanya sebuah kontrol dari publik melalui wartawan.  Oleh karenanya, alangkah baiknya pemerintahan yang baru ini mulai menata kembali tata cara prosedur dan protokoler yang baik (supaya tidak terjadi lagi kasus Wagub terlambat pertemuan dengan DPR) serta pengamanan protokoler diserahkan kepada pihak berwajib seperti polisi yang lebih paham dan berpengalaman dalam tata cara dan prosedur pengamanan VIP , pun demikian halnya dengan tata cara dan prosedur dalam menghadapi wartawan. Semuanya dapat dilakukan dalam pemerintahan yang jujur dan memang berniat memajukan Aceh, kecuali jika sebaliknya, bahwa dalam pemerintahan Aceh yang sekarang memang terdapat hal yang ditutup-tutupi, alias disembunyikan dari publik Aceh. Kalau sudah seperti, biarlah publik Aceh yang menilai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun