Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Alam & Tekno

Penanganan Banjir Secara Konservasi Vegetatif dan Konservasi Struktural

1 Februari 2024   15:35 Diperbarui: 1 Februari 2024   15:51 114 0
Banjir bukanlah masalah yang ringan yang bisa kita biarkan begitu saja, tetapi sebaliknya banjir merupakan masalah yang sangat serius yang harus kita tangani bersama-sama baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat

Penggundulan hutan secara ilegal dan masif di daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Peran penting hutan dalam masalah banjir, sangat menentukan, karena fungsi hutan sebagai daerah resapan air hujan, baik melalui proses infiltrasi dan perkolasi.

Proses infiltrasi dan perkolasi menjaga keseimbangan tata air serta ketersediaan air, baik untuk kelembaban tanah top soil, air permukaan (run off), pengisian kembali (rechardge ) air tanah dan kelestarian mata air.

Kondisi vegetasi hutan yang baik mencegah terjadinya pengikisan tanah top soil oleh air hujan (erosi), sehingga proses pengendapan sedimen (sedimentasi) di badan-badan air seperti danau, rawa, embung, waduk (bendungan), saluran buatan dan saluran alami (sungai).

Untuk mengatasi permasalahan banjir, semua pihak (stakeholders), pemerintah, swasta dan masyarakat harus memahami Siklus Hidrologi. Siklus hidrologi mengajarkan kepada kita semua tentang keseimbangan air atau neraca air dalam setiap Daerah Aliran Sungai (DAS), yang diciptakan secara sempurna oleh Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa.

Penyebab banjir yang tiap tahun makin parah, baik dari sisi luasan daerah yang genangan maupun  lamanya waktu (durasi) genangan. Penyebab utamanya adalah penggundulan vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS .

Penggundulan hutan melahirkan 3 proses yang makin memperparah bencana banjir seiring berjalannya waktu. Proses itu adalah terjadinya aliran permukaan (run off), erosi dan sedimentasi.

Hutan yang gundul menyebabkan air hujan tidak bisa tersimpan di perakaran pohon  yang selanjutnya diserap oleh tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi.  Pada akhirnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan (run off) dan menjadi mesin penghancur  yang mengikis tanah termasuk top soil (erosi) secara masif dan menimbulkan bencana susulan yaitu banjir dan tanah longsor.  

Sedimen dalam jumlah jutaan meter kubik yang dibawa oleh aliran air banjir mengendap di badan-badan air, yang menyebabkan pendangkalan dan mengurangi kapasitas tampungan dan kapasitas aliran air (debit air). Hal ini menyebabkan fungsi bangunan air tidak maksimal, bahkan muncul biaya besar untuk operasional dan pemeliharaan, yaitu pengerukan sedimen atau membangun konstruksi pengendali sedimen. Inilah penyebab utama banjir dari tahun ke tahun makin parah.

Ada beberapa upaya untuk penanganan banjir, baik secara konservasi vegetatif pada DAS, maupun konservasi struktural di bagian hilir DAS dan kawasan perkotaan dan permukiman.

1. Konservasi vegetatif (non struktural)

Konservasi dengan pendekatan vegetatif untuk menekan degradasi pada DAS. Teknologi vegetatif (penghutanan, penghijauan, reboisasi), menjadi pilihan yang tepat dan bijak, karena selain dapat menurunkan terjadinya erosi dan sedimentasi juga memiliki nilai ekonomis bila yang ditanam adalah tanaman produktif.

Konservasi vegetatif dapat memulihkan tata air, keseimbangan neraca air serta mengembalikan siklus hidrologi di suatu DAS menjadi normal.

Pengelolaan secara vegetatif merupakan teknologi konservasi tanah dan air yang efektif untuk menekan degradasi (erosi dan sedimentasi) di suatu DAS.

Meningkatkan kesadaran masyarakat dan semua pemangku kepentingan dalam upaya mengurangi resiko bencana banjir juga bentuk penanganan banjir non struktural.

Upaya non struktural yang dilakukan di hilir sungai juga dilakukan lewat pengendalian tata ruang, penyiapan sistem peringatan dini, pemetaan daerah rawan banjir, penataan permukiman daerah rawan banjir, pembuatan Ruang Terbuka Hijau, dan penyiapan sistem tanggap darurat.

2. Konservasi Struktural (struktural)

Berbagai upaya penanganan banjir secara struktural melalui pembangunan fisik infrastruktur seperti; bendungan, embung, rehabilitasi situ dan danau, kolam detensi, sistem polder, normalisasi sungai, sudetan (by pass) dan kanal banjir.  

Pembangunan ABSAH (Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan), Sumur resapan, teknologi biopori, dan drainase porous bentuk upaya penanganan struktural di tingkat masyarakat dan kawasan permukiman.

Upaya pengendalian banjir secara vegetatif (non struktural) dan non vegetatif (struktural) harus dilakukan secara bersamaan dan simultan.

Penghijauan dan reboisasi hutan gundul di kawasan DAS membutuhkan proses puluhan tahun, untuk merasakan efektivitas penanganan banjir yang significant.

Selama ini penanganan banjir di sebagian besar daerah lebih banyak dilakukan di kawasan perkotaan dan permukiman, tetapi melupakan penanganan banjir di sumber masalahnya, yaitu kawasan DAS yang mengalami degradasi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun