Banyak tanggapan dari khalayak ramai tentang pemilihan TPA Bantargebang sebagai lokasi deklarasi, tentu saja jika dibandingkan dengan deklarasi pasangan JK-Win di Monumen Proklamasi dan SBY-Budiono di Sabuga Bandung. Saya tidak ingin mengulas bagaimana mereka merakit citra, sebab ulasan serupa sudah dibahas di tulisan lain. Namun yang unik adalah ironisme yang sangat kontras, njomplang, senjang antara Prabowo yang memiliki kekayaan 1,7 Triliyun plus rumah mewah di puncak bukit versus TPA Bantargebang. Analogi statistiknya, kedua fakta ini seperti data pencilan yang terpisah jauh yang berbeda sangat signifikan dengan selang kepercayaan 99% (halah, kok jadi merembet ke statistik...!).
Tidak mengherankan jika timbul pertanyaan besar tentang ketulusan mereka mendekati wong cilik. Kok mau maunya mengadakan acara di tempat sampah, padahal bau nya busuk menyengat. Ini sangat tidak wajar dan TPA bukan tempat sering mereka kunjungi. Kesannya, demi meraih tujuan -sebagai presiden dan wakil presiden-, apapun caranya tidak ada yang tak mungkin dilakukan. Meskipun demikian saya yakin tempat acaranya pasti sudah dirapikan sehingga baunya tidak terlalu busuk, atau bahkan sama sekali tidak berbau. Pasalnya diantaranya hadir juga banyak pejabat, pimpinan parpol dan pengusaha.
Ada lagi, masih ingatkah kita akan iklan Wiranto yang makan nasi aking ? iklan yang sempat membuat saya mengerutkan dahi. Logika waras saya mengatakan kok mau-maunya Pak Wiranto makan nasi aking, padahal rasanya tidak enak sama sekali. Sekali lagi, demi meraih tujuan, apapun caranya tidak ada yang tak mungkin dilakukan. Sementara JK blusukan ke pasar-pasar, bercampur dengan peluh pengunjung pasar dan para pedagang dengan memakai blangkon (ini yang saya cukup geli melihatnya, maaf), jadi bintang iklan gratis (atau mengiklankan diri gratis ?) dengan Mbah Marijan dan sebagainya. Tidak kalah dengan rival-rivalnya, SBY juga turun ke daerah-daerah menemui konstituennya sambil menebar janji ini itu, tentu saja jika dia terpilih.
Untungnya sejauh ini sepertinya upaya para pasangan Capres-Cawapres ini masih dalam batas wajar. Namanya juga kampanye, ya "Mencarakan segala yang halal", asal jangan "Menghalalkan segala cara".