SELAMA Ara mengoceh, aku seolah masuk ke dunia lain. Suara Ara tenggelam. Seperti bicara dalam botol. Aku menatap deretan delima dengan warna merah cantik memesona. Lama-lama mereka membawaku ke perasaan itu. Perasaan yang sejak pagi ingin kulupakan. Ara pernah bilang, kalau aku banyak pikiran, aku perlu jalan-jalan dan bersosialisasi. Agar pikiran di kepalaku tidak hanya terpusat pada satu. Tapi, lihatlah. Aku sudah keluar rumah, menyibukkan diri, mencoba bersosialisasi, tapi wajah lelaki itu selalu muncul tanpa permisi. Dan akhirnya wajahnya sempurna menghilang setelah badanku terhuyung hampir jatuh. Ara, si mantan atlet taekwondo mengaku hanya menyenggolku pelan, tapi hampir membuatku tersungkur.
KEMBALI KE ARTIKEL