Event Serambi Jazz yang rutin diadakan oleh Goethe Institut selalu dinantikan. Jerman, adalah negara yang selalu terbuka untuk pertukaran budaya. Salah satunya adalah untuk pergelaran musik Jazz. Awal mula jazz Indonesia berhubungan erat dengan jazz Jerman adalah ketika Joachim-Ernst Berendt, jurnalis, produser dan penulis buku asal Jerman dengan spesialisasi musik jazz, datang ke Jakarta dan berkenalan dengan Suyoso Karsono, pimpinan Irama Records 40 tahun yang lalu . Ia berjumpa dengan Bubi Chen dan Jack Lesmana, yang menarik perhatiannya melalui karya musik mereka dan kemudian diundang untuk tampil di Festival Jazz Berlin tahun 1967. Itulah awal , kelompok Indonesian All Stars, yang di samping Jack dan Bubi beranggotakan Maryono, Yopie Chen, Benny Mustafa Van Diest dan Tony Scott. Dengan mengusung etno-Jazz progresif yang jauh mendahului zamannya, mereka membuat penonton Jerman tercengang. Tidak lama kemudian dilakukan rekaman album bersejarah berjudul Djanger Bali di Jerman. Jazz-connection Indonesia-Jerman pun terbentuk hingga sekarang (
goethe.de). Rabu malam, 15 Oktober 2014 digelar pertunjukan Serambi Jazz oleh Goethe Institut di Aula Barat ITB. Aula Barat ITB sendiri sudah menjadi saksi sejarah dalam perkembangan musik jazz tanah air, begitu Riza Arshad sampaikan diawal acara. Mas Ija, begitu panggilan akrabnya yang juga adalah alumni Desain Grafis ITB sangat produktif dalam menghasilkan musik jazz yang unik dan revolusioner, seperti dengan grup kuartetnya
TUSLAH bersama Sri Hanuraga, Adra Karim dan Elfa Zulham. [caption id="attachment_29" align="aligncenter" width="430" caption="Riza Arshad, sesaat akan membuka Serambi Jazz (ps: Mas Ija, maaf ya fotonya seadanya :D)"][/caption]
KEMBALI KE ARTIKEL