Selama ingin rakyat hanya berhak ‘makan hati’ apapun yang buat oleh KPU boleh protes atau tidak terima, namun hasil kerja KPU tetap tidak akan pernah ada yang berkuasa merubahnya apalagi menginginkan semuanya berjalan terpenuhi sesuai tugas yang diberikan.
Kinerja KPU sudah menjadi sorotan terus menerus sejak dahulu hingga Pilpres 2014 ini, sampai akhirnya ada ada yang mau bersudah payah dan berani mempertahankan hak dan kewajibannya mempermasalahkan hasil Pilpres 2014 oleh KPU.
Sungguh hal yang menjadi dambaan publik selama ini bagaimana seharusnya KPU berubah memenuhi keinginan publik agar KPU menjalankan kerjanya dengan hasil :
1. Tidak ada kecurangan yang bisa ditoleransi
2. Tidak ada kericuhan DPT, bertahun-tahun kerja KPU tetap saja penyakit DPT sama
3. Tidak ada laporan kecurangan dan pelanggaran yang tidak ditindak lanjuti KPU
4. Tidak ada pemaksaan waktu yang membuat laporan kecurangan & pelanggaran tidak tuntas
5. Tidak ada ketidak independenan KPU dan Bawaslu/Panwaslu main mata dengan peserta Pemilu dan inilah yang selalu terjadi dengan TSM (terstruktur, sistematis dan massif).
Belum lagi diatas terjawab, Pemilu 2014 KPU tetap mempunyai masalah yang sama ditambah dengan masalah baru yang tidak kalah seriusnya, yakni :
1. Pada tahun 2014 IT KPU menghabiskan lebih kurang 17 M sebelumnya pada tahun 2013 ditambah sisa sebesar 14 M = 31 M, harusnya jumlah biaya ini membuat IT KPU dipercaya publik namun terjadi sebaliknya IT KPU dari tahun ke tahun bermasalah.
Kalau ingat tahun 2009, IT KPU dicurigai tidak independen karena menggunakan kerjasama dengan pihak ketiga. Ketika wartawan ingin memergoki dan mewawancarai konsultan IT KPU yang berkerja di suatu kamar hotel mereka sudah sempat ngacir lebih dahulu meninggalkan kamar hotel kosong melompong.
Kemarin juga telah banyak informasi tentang lemahnya IT KPU hingga telah disusupi atau dijebol pihak lain yang diduga melakukan kecurangan untuk salah satu peserta Pilpres.
Seperti diketahui bersama tahun 2012 KPU memperoleh hibah dari IFES (The International Foundation for Electoral System) untuk hardware dan software pengelolaan data terdiri 4 unit server dan aplikasi program berdasarkan nota kesepahaman tentang program bantuan teknis bagi penyelenggaraan pemilu nasional tahun 2014.
2. Perjalanan dinas KPU ke luar negeri dengan beban biaya yang membuat kening dan hati kita berkerut sebesar Rp. 23.256.261.000.
Perlu dibuat sayembara kepada publik, dengan syarat dapat judul : ‘siapakah yang bisa menjelaskan yang diterima akal sehat bahwa jalan-jalan luar negeri dengan angka 23 M adalah wajar hanya untuk beberapa potong komisioner KPU
Yang pasti publik wajar meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit KPU perihal penggunaan anggaran negara sedemikian besar hanya untuk jalan-jalan ke luar negeri.
Ucok Khadafi dari Fitra menyampaikan ini kemarin (inilah.com), bahkan ybs mensinyalir besarnya penggunaan biaya perjalanan ke luar negeri tanpa alasan wajar dan jelas bisa saja diduga untuk melakukan transaksi (transaski Pilpres?).
Publik berhak dan wajib tahu tentang penggunaan uang rakyat yang menghabiskan 23 M hanya untuk perjalanan dinas atau jalan-jalan ke luar negeri sementara kerja KPU amburadul dan menkhianati suara rakyat.
BPK seharusnya tidak tinggal diam.