Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Jokowi, Belajarlah dari Benteng Vastenburg

24 Oktober 2013   19:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:05 292 0
Gubernur DKI Jakarta Jokowi melanjutkan program yang memperbaiki Kota Jakarta yakni Revitalisasi Kawasan Kota Tua. Kawasan ini berada di bagian utara Jakarta, dengan luas sekitar 280 hektar.

Sebenarnya program pengelolaan Kawasan Kota Tua sudah dilakukan semenjak zamannya Bang Ali sebagai Gubernur Jakarta.  Bahkan di zamannya Bang Yos, beliau sempat meresmikan Museum Fatahillah yang sudah direvitalisasi pada 29 September 2007. Halaman Museum Fatahillah tidak lagi menjadi tempat parkir kendaraan, lalu dibuat sistem pencahayaan di kawasan Museum Fatahillah sehingga bisa menjadi hiburan masyarakat yang diresmikan Fauzi Bowo 2 Februari 2008.

Kembali lagi kepada program revitalisasi kota tua sekarang. Program ini melibatkan konsorsium dan Pemerintah Provinsi Jakarta, diharapkan langkah awal program revitalisasi ini bisa rampung pada Maret 2014. Pelibatan pihak Swasta adalah untuk mempercepat proses dan fleksibel dalam pelaksanaannya. “Kalau kita semua yang mengerjakan tidak mungkin karena pemiliknya tidak hanya Pemprov DKI. Kita hanya mempercepat saja, kalau semuanya dari kita nunggunya lama karena pakai prosedur,” tutur Jokowi  di hadapan wartawan (22/10/2013).

Konsorsium akan memiliki dua tanggung jawab revitalisasi, bangunan milik swasta dikelola bagian konsorsium swasta, sedangkan penataan infrastruktur, penanaman pohon, mengatur Pedagang Kaki Lima, merupakan tugas Pemprov DKI Jakarta. Tahapan awal pelaksanaan program Revitalisasi Kawasan Kota Tua, menurut Arie Budhiman (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta), “Tahun depan akan ada launching tentang tahapan kota tua atau akan ada inti dari kota tua yaitu Taman Fatahillah yang segera dikonservasi.” Sedangkan dalam mengelolanya program revitalisasi Kota Tua akan ada lembaga berbentuk badan hukum PT yang akan melaksanakan pembangunan di kawasan Kota Tua tentu bersama dengan Pemprov DKI juga.

Belajar Dari Benteng Vastenburg di Kota Solo

Benteng Vastenburg adalah sebuah benteng militer yang dibangun Belanda pada tahun 1745 yang memiliki banyak memori peristiwa milik bangsa Indonesia. Apalagi saat kita melihat penjara yang pernah dijadikan tempat penyiksaan para pejuang bangsa Indonesia. Hal ini bisa sama merindingnya dengan melihat penjara yang ada di Museum Fatahillah, seseorang yang kakinya diikat dengan rantai dan bola besi yang sangat berat serta penjara yang dipenuhi dengan air sehingga si tahanan akan sulit kabur dan sulit hidup di dalamnya.

Tahun 1989, Pemerintah Kota Solo pernah berupaya memperbaiki kawasan Benteng Vastenburg dengan menugaskan Prof. Sidharta dan Prof. Ir. Eko Budihardjo saat itu untuk merancang ulang kawasan Benteng Vastenburg dengan prinsip untuk memberikan fungsi baru kawasan bersejarah dan bangunan tua, dalam terminlogi singkatnya adalah Adaptive Reuse. Menurut Prof. Eko, "Fungsi bangunan bisa berubah-ubah tetapi bangunan kuno tetap bertahan."

Di era reformasi, pada tahun 2009, Jokowi  sebagai Walikota Solo menyelenggarakan diskusi publik mengenai Benteng Vastenburg, untuk menengahi protes kaum budayawan dan komunitas sejarah Kota Solo pada 10 November 2010 mengenai wacana pembangunan hotel dan mall di bekas Benteng Vastenburg. Kedua kubu berseberangan, kubu pertama yang menyetujui pembangunan mal dan hotel bertingkat serta kubu kedua yang menuntut rekonstruksi benteng Vastenburg persis seperti bentuk semula.

Prof. Eko Budihardjo, M.Sc. yang diundang dalam diskusi tahun 2009 tersebut mencoba mencari jalan tengah bagi kedua kubu. Tetapi ia bersikukuh tidak akan menghancurkan bangunan tua dan tetap memberikan fungsi ekonomi untuk mempertahankan kelangsungannya. Ia memiliki pandangan bangunan tua pada sebuah kota sangat penting,  “Sebuah kota tanpa bangunan tua seperti manusia tanpa ingatan.”

Hasil diskusi tersebut memang gagal menyatukan pandangan kedua kubu, namun toh sang investor juga hingga kini belum mampu membangun hotel dan mall-nya. Sekarang Benteng Vastenburg masih tampak lusuh di tengah semaraknya pembangunan Kota Solo.

Melihat upaya Jokowi mencoba “menyelamatkan” Benteng Vastenburg sewaktu menjadi Walikota Solo patut mendapat apresiasi dengan tidak langsung menerbitkan IMB  bagi investor hotel dan mall.

Sekarang bagi Jokowi untuk menyelamatkan bangunan bersejarah kondisinya berbeda, tantangannya lebih besar, dana APBD Pemprov DKI Jakarta pun jauh lebih besar dibandingkan Pemkot Solo dan kewenangan yang dimilikinya pun lebih besar.

Sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi bertanggung jawab menjaga ingatan warganya melalui bangunan kuno. Menjaga bangunan kuno di Jakarta bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain karena bangunan kuno memiliki multi fungsi bagi pemerintah dan warganya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun