Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Orang yang Beruntung

1 Agustus 2011   09:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:11 96 2

ORANG YANG BERUNTUNG

Orang Yang Beruntung Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Beruntunglah seseorang yang bersikap objektif menilai dirinya di hadapan Rabbnya. Dia akan mengakui kebodohan dirinya karena ilmu yang tidak dimengerti olehnya dan cacat yang ada pada amal-amalnya, aib yang ada dalam dirinya, sikap meremehkan kewajiban yang harus ditunaikan kepada-Nya, dan kezaliman yang diperbuatnya dalam bermu’amalah. Apabila Allah menghukum dirinya akibat dosa-dosa itu maka dia memandangnya sebagai bentuk keadilan dari-Nya. Apabila Allah tidak menghukumnya atas dosanya maka dia memandangnya sebagai keutamaan dan karunia dari-Nya. Apabila dia melakukan kebaikan, maka dia memandang hal itu sebagai kenikmatan dan pemberian Allah kepada dirinya. Kemudian apabila ternyata Allah mau menerima amalnya itu, itu artinya sebuah kenikmatan dan pemberian yang kedua kalinya. Kalau seandainya Allah menolak amalannya, maka dia akan menyadari bahwasanya amalan seperti itu memang tidak pantas untuk dipersembahkan kepada-Nya. Kalau dia melakukan suatu keburukan/dosa, maka dia memandang hal itu akibat Allah membiarkan dirinya dan tidak memperhatikannya atau karena Allah menahan pemeliharaan atas dirinya, dan dia sadar bahwa hal itu merupakan suatu keadilan dari Allah terhadap dirinya. Maka dalam keadaan itu dia bisa melihat betapa butuhnya dia kepada Rabbnya, betapa besar kezaliman yang dia lakukan kepada dirinya sendiri. Dan apabila ternyata Allah mengampuni dosanya maka sesungguhnya hal itu murni karena kebaikan dan kemurahan Allah kepada dirinya. Yang menjadi inti dan rahasia permasalahan ini adalah hamba tersebut tidak pernah memandang Rabbnya kecuali sebagai sosok yang senantiasa melimpahkan kebaikan, dan dia tidak menilai dirinya melainkan sebagai sosok orang yang bertingkah buruk, melampaui batas, atau justru menyepelekan. Dengan begitulah dia bisa meyakini bahwa semua perkara kebaikan yang menggembirakannya sebagai bentuk anugerah Rabbnya kepada dirinya dan kebaikan Allah kepadanya. Adapun semua perkara yang membuatnya sedih itu terjadi akibat dosanya sendiri dan keadilan yang Allah terapkan kepadanya.” (al-Fawa’id, hal. 36) Wahai, saudaraku… termasuk golongan manakah kita? Orang yang menyadari hakekat dirinya, ataukah orang yang celaka? Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin. Disusun di wisma al-Ghuroba’, Yogyakarta Pertengahan bulan Dzulqa’dah 1430 H Yang sangat membutuhkan Rabbnya Abu Mushlih Ari Wahyudi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun