oleh : Yuli Pinasti
Aku masih mencintai cahaya matahari,
anak anak di tanah impian saat
menggumamkan lagu lagu hymne
dan aku bertanya..
dimana sang kelasi menitip hari?
perahu perahu itu
pun tak berarah mata angin
Pelupuk malam kian api
menyulut gempita sisa harapan
yang mengabu
orang orang menggigil di depan jendela
menaruh kaki telanjang
Gedung, jalan, lorong,
tanah tanah dan hutan resah
menderit,
menopang malam hingga
tak ada lagi lampu lampu
Melampiaskan gentar
di dalam bayanganmu sendiri
dan tersengal oleh waktu
menorehkan gambar kian jeri
Gundukan tanah masih basah
disitulah kau simpan
luka membiru.
lebam dan berdebu
ku tak mau
Otakku api dan ingatan
begitu nyata
kutuang dalam cawan sejarah
bukankah ia sebuah arah?
Kisah berbicara
bergemuruh
di sepanjang jalan
bagai muntahan lava
tercabik cabik
kemanusiaan
yang kautinggalkan
Petala kebiadaban
keadilan hanya kosa kata
diperbincangan panjang
tak berarah
Cukup kataku
orang orang menangis
memeluki api
dalam jilatan oligarkhi
Di mana sang kelasi menitip hari?
Rawa Badak Utara, 2022