Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Setelah Konflik Pemilukada, Pangkalan Bun Lebih Kondusif Ketimbang BBM-nya!...

16 Januari 2012   04:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:50 911 1

sempat membuat resah sebagian masyarakat sekitar sehingga sempat menghentikan aktivitasnya dengan menutup perkantoran dan pertokoan pada wilayah tersebut.

Belum lagi dengan mencuatnya berita menghebohkan saat ditemukannya 2 (dua) mayat laki-laki korban mutilasi tanpa kepala di tepi Sungai Arut, Arut Utara, Kotawaringin Barat, yang belakangan diketahui sebagai pegawai PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (GSPP), yang kemudian juga dikait-kaitkan dengan kondisi yang memanas akibat terjadinya konflik politik beberapa hari sebelumnya dilokasi yang sama.

Konflik pemilukada yang berujung pada pembakaran rumah bupati serta kasus mutilasi yang dikait-kaitkan dengan konflik politik tersebut membuat Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat seolah-olah sempat dikondisikan mencekam karena disorot berbagai media nasional di tanah air. Kondisi ini pula yang menyebabkan saya sebenarnya enggan untuk berangkat ke Pangkalan Bun, namun biar bagaimanapun kondisinya toh saya tidak bisa menunda-nunda lagi keberangkatan saya, apalagi setelah mendapatkan kepastian dari klien, bahwa Pangkalan Bun tidak se-heboh yang diberitakan pada beberapa media nasional.

Dengan disambut hujan yang sangat deras, setibanya di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun,  saya langsung melanjutkan perjalanan darat menuju hotel dengan menggunakan taksi bandara yang kurang lebih hanya berjarak sekitar 8 kilo meter atau memakan waktu perjalanan sekitar 15 menit menuju lokasi hotel.

Bagi saya, Pangkalan Bun adalah wilayah yang sangat asing, meskipun bukan pertamakalinya menginjakan kaki di Pulau Kalimantan, namun tidak pernah sekalipun saya singgah di Pangkalan Bun. Sekilas, sepanjang jalan yang diguyur hujan lebat tersebut hampir mirip dengan wilayah Kalimantan bagian Timur seperti di Balikpapan, bedanya hanya tidak terlihatnya gedung-gedung bertingkat tinggi pada Pangkalan Bun, sebagaimana dapat dengan mudah bisa kita lihat pada pesisir pantai, sepanjang Jl. Sudirman di Balikpapan.

Kotanya terlihat tenang, aman dan kondusif, tak seburuk yang saya perkirakan dan khawatirkan sesaat setelah melihat tayangan televisi atau liputan media cetak pada harian Ibukota di Jakarta saat terjadinya kerusuhan pembakaran rumah dinas Bupati Kotawaringin Barat akhir Desember 2011 lalu.

Terkadang memang liputan main stream media suka melebih-lebihkan kondisi faktual yang sebenarnya terjadi sehingga pada akhirnya membentuk opini publik yang buruk pula. Mudah-mudahan saja liputan-liputan sebelumnya terkait dengan Pangkalan Bun, bukan merupakan liputan-liputan yang syarat dengan muatan politik, sebagaimana sering kita dapati sehari-hari pada main stream media saat ini.

Sepanjang perjalanan saya di Pangkalan Bun, sebenarnya yang lebih layak diliput dan diekspos oleh main stream media di Pangkalan Bun, baik itu oleh media cetak maupun media televisi adalah kondisi antrian Bahan Bakar Minyak (BBM) disepanjang perjalanan dari Bandara Iskandar menuju Hotel Blue Kecubung tempat saya menginap selama dinas di Pangkalan Bun, dimana kondisi antriannya yang cukup memprihatinkan.

Loh kok bisa ya, seperti itu dibiarkan saja?....”, Ya, itulah faktanya!! Disaaat gencarnya isu pembatasan BBM yang sedianya akan di-implementasikannya sistem pembatasan penggunaan premium bagi kendaraan pribadi per April 2012 mendatang, namun tingginya tingkat kebocoran premium diberbagai daerah, termasuk di Pangkalan Bun tersebut, seolah-olah dibiarkan dan cenderung dibuat seperti legal, karena tidak ada tindakan apapun dari pemerintah setempat dan aparat yang berwenang dalam wilayah tersebut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun