Mary Ainsworth melanjutkan pekerjaan Bowlby dan melakukan eksperimen "situasi aneh", mengamati perilaku anak-anak dalam situasi yang tidak dikenal. Dalam penelitiannya, Ainsworth mengidentifikasi tiga pola keterikatan: aman, ambivalen, dan penghindar. Anak-anak yang memiliki hubungan keterikatan aman merasa nyaman menjelajahi lingkungan baru di hadapan pengasuhnya, menunjukkan hubungan keterikatan yang sehat. Sebaliknya, anak-anak dengan keterikatan ambivalen cenderung menunjukkan kecemasan  dan rasa tidak aman yang berlebihan, sementara mereka dengan keterikatan penghindaran cenderung menghindari kontak emosional.
      Teori keterikatan memberikan wawasan  tentang bagaimana pengalaman masa kanak-kanak memengaruhi kepribadian dan hubungan sosial di kemudian hari. Penelitian  juga menunjukkan bahwa pola asuh yang sensitif dan konsisten  membantu anak mengembangkan pola keterikatan yang aman. Hal ini merupakan landasan penting  psikologi perkembangan dan memengaruhi pendekatan terhadap pengasuhan anak, pendidikan, dan penanganan masalah hubungan di masa dewasa.
      Lebih jauh lagi, teori ini juga memiliki implikasi terhadap kesehatan mental. Orang dengan pola keterikatan aman cenderung memiliki kesejahteraan emosional yang lebih baik dan kemampuan untuk membentuk hubungan yang sehat. Sebaliknya, orang dengan pola keterikatan tidak aman mungkin menghadapi tantangan dengan keintiman dan kepercayaan. Oleh karena itu, memahami teori keterikatan dapat membantu psikolog dan ahli psikologi mengembangkan intervensi yang lebih efektif untuk meningkatkan hubungan interpersonal individu. Teori ini terus memainkan peran penting dalam banyak bidang, termasuk pendidikan, terapi, dan penelitian pengembangan manusia.