Di sebuah desa yang indah dan tenang, hiduplah seorang petani bernama Husain. Husain adalah sosok yang sangat bijaksana dan dikenal baik oleh seluruh penduduk desa. Suatu hari, kuda kesayangannya hilang dari kandang. Para tetangga datang dan berkata, "Sungguh malang nasibmu, Husain. Kehilangan kuda adalah bencana besar!"
Husain hanya tersenyum dan berkata, "Mungkin ini buruk, mungkin juga tidak. Segala sesuatu ada waktunya."
Beberapa hari kemudian, kuda itu kembali dengan membawa segerombolan kuda liar. Para tetangga datang lagi dan berseru, "Lihat, Husain! Kau sangat beruntung! Sekarang kau memiliki banyak kuda!"
Husain tetap tersenyum dan menjawab, "Mungkin ini baik, mungkin juga tidak. Segala sesuatu ada waktunya."
Tak lama setelah itu, putra Husain yang sedang mencoba menjinakkan salah satu kuda liar terjatuh dan patah kakinya. Para tetangga kembali berkata, "Betapa sialnya kau, Husain. Anakmu terluka parah."
Husain, dengan ketenangan yang sama, berkata, "Mungkin ini buruk, mungkin juga tidak. Segala sesuatu ada waktunya."
Beberapa minggu kemudian, tentara kerajaan datang ke desa untuk merekrut pemuda-pemuda sehat menjadi prajurit. Karena patah kakinya, putra Husain tidak terpilih. Para tetangga berkata, "Betapa beruntungnya kau, Husain. Anakmu tidak harus pergi berperang!"
Husain hanya tersenyum dan berkata, "Mungkin ini baik, mungkin juga tidak. Segala sesuatu ada waktunya."
Husain memahami bahwa dalam hidup, baik kesedihan maupun kebahagiaan tidak pernah abadi. Setiap kejadian, baik atau buruk, adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus diterima dan dihargai. Dengan kecerdasan emosi nya, Husain bisa menerima segala peristiwa dengan lapang dada dan terus menjalani kehidupan tanpa terbebani oleh penilaian baik atau buruk.
Dia mengajarkan kepada seluruh desa bahwa kunci kebahagiaan terletak pada kemampuan untuk menerima setiap momen dalam hidup dengan hati yang tenang dan penuh syukur. Segala sesuatu ada waktunya, dan setiap waktu memiliki tujuan yang membawa pelajaran berharga.