Di tanah ini, yang diturunkan bapakku juga nenek kakek serta moyang-moyangku, kami seperti pengendara kuda dalam sayembara. Kami adalah manusia-manusia yang berjalan tegak di atas bumi di kolong langit yang berhampa-hampa. Kami bengis menumpahkan darah saudara kami. Kami tertawa dengan dosa-dosa. Tangan kami penuh senjata dan hati kami terisi kuasa. Dendam yang merah seperti bata memberengus bau prengus nan menusuk sanubari. Nama kami menggetarkan rongga sorga hingga para malaikat pun mengigil ketakutan saat kami hendak diciptakan. Namun toh Dia beri kami bumi, dia beri kami nabi. Dia memberi kami alasan untuk mengabdi …
Hingga kini kami mulai mengerti. Kami laksana daun-daun dalam cuaca empat musim. Benar kami terkadang melahirkan sebuah celaka hingga seperti gugur berserakan. Namun hati kami terselip sebuah cinta yang darinya tumbuh kehidupan-kehidupan. Terkadang kami terjatuh dalam peluh dan angan-angan, namun lentera hati kami mengulurkan tangan. Dan dengan kaki berdarah penuh nanah kami pun bangkit dan saling memaafkan. Dengan menarik sedikit sudut bibir kami bisa tersenyum karena kami tahu bahwa Dia tak menghendaki kami jatuh terus-menerus.
Di tanah ini, yang Adam, Bapak kami, diturunkan dan darinya lahirlah wanita pengisi dunia, kami melahirkan para pendeta dan ksatria. Mereka yang berjajar di batas-batas negeri tak berhenti berkidung atas nama-Mu. Para cerdik cendikia mencatat dan para santri serta sarjana menulis takdir mereka sendiri. Kami menciptakan alat dan bahasa, menundukan petir dan api, membangun kota-kota dan peradaban. Lalu kami pun terbang melewati bintang-bintang. Kami adalah manusia, yang diciptakan dari tanah yang hina dan Roh Yang Mulia. Lalu kami tiba di sini, di tanah yang hijau di bumi yang biru dalam canda serta tawa.
Di sini, di tanah yang jauh di bawah sorga ini, manusia ternyata bisa berbahagia ...