Alhasil? Kecewa sih, he3, tapi lumayanlah ya di antara pilihan film lain yang tidak ada menarik minat sana -personal preference loh ya...- Tapi dibanding KCB dan DMC film CSZ ini jauh lebih baik... Ceritanya dari awal sudah sangat tertebak memang -fyi saya belum baca novelnya ya- namun tetap saja klimaksnya tragis, jadi cucoklah masuk genre 'drama'.
Sebelum membahas lebih lanjut, sebelum kelupaan, mau komen tentang si Meidanya, cuakeeep banget. Mungkin karena saya suka dengan orang-orang berwajah "pintar" :) hehehe.. oke lanjut :)
Mari kita pilah-pilah pembahasannya, biar fokus :P
a. Kualitas Film
Diantara semua karya Kang Abik yang dijadikan film, yang kualitas oke menurut saya AAC. Mungkin karena digarap langsung sama Hanung ya? Yang pasti unsur artistiknya dapet... beda dengan film-film yang lain, as I mentioned, kayak nonton sinetron aja. Nggak ada keistimewaan dalam angle ataupun penggunaan shoot. Emosi penonton cuma digiring melalui perubahan musik. Untung lagi yang nge-garap musiknya Melly.G, yang memang sudah teruji kemampuan aransemennya. Ditambah... akting pemain banyak yang masih "pas-pasan", jadi untuk ukuran film... bagi saya masih belum memuaskan. Walau ada dibeberapa pergantian adegan ada penyambungan yang cukup unik -fokus ke kisah sekitar rumah sakit-, tapi tidak menolong secara keseluruhan dari film untuk keluar dari standar "biasa".
b. Isi Cerita
Kalau dari isi cerita, menurut saya oke. Seperti biasa, Kang Abik selalu mengangkat isu-isu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dan mengajak penonton untuk menyikapinya dengan bijaksana. Walau... menurut saya film ini terlalu berangkat dari kacamata pria -hem... g ada unsur gender ya-. Istimewanya lagi, dalam kisah ini Kang Abik berani menampilkan tokoh di luar kategori sempurna -when most of his stories put the protagonist as perfect man-. Namun... seperti saya sampaikan sebelumnya, pengulitan masalah fenomena 'perawan tua' ditengah-tengah masyarakat kita tidak dikupas secara utuh. Selalu pendidikan dan karir dijadikan kambing hitam bagi para wanita untuk mengedepankan egonya. Padahal dalam realitanya.... banyak juga kepengecutan kaum pria lah yang menjadi penyebabnya -bukan curhat ya :P-. Idealnya or... harapan saya... dua hal ini bisa ditampilkan secara berimbang dalam kisah ini. Banyak loh para wanita meneruskan karir dan pendidikan daripada nganggur dan dianggurin (bc g dilamar-lamar :P). Dari pada waktunya tidak termanfaatkan untuk kebaikan, pilih mana hayo? :D Masak mengisi waktu dengan menunggu sang pujaan hati datang ke rumah dengan duduk-duduk saja di depan pintu? Enggak kan?
c. Rasionalisasi Adegan
Ada beberapa adegan yang menurut saya "lebay" dalam film ini. Yang paling mengganggu adalah adegan si Zahrana yang kemana-mana baca, bahkan sambil jalan. Please deh.... nggak segitunya kalee :P Banyak adegan-adegan nggak penting yang merusak film, to be mentioned : adegan cewek-cewek minta account twitter-nya Hasan, pemeran pendukung yang berduyun-duyun mendatangi Zahrana yang pingsan tapi sambil senyum-senyum. Dannnn.... adegan akhir film, yang berusaha menampilkan sisi romantis Zahrana dan Hasan (spoiler beneran dah gw... sorry gan ^^), gariiing abiiis, bener dah. Harusnya di cut aja sampai adegan akad nikah, sudah, selesai, berbekas di hati pemirsa.
Overall.... film ini masih saya rekomendasikan untuk di tonton... sangat jauh lebih bagus dari pada film2 horor yang nggak jelas soalnya :P