Lalau kita mencari-cari kata salah, di balik jeruji ketiadaan. Sejak tetes embun yang di lalui para kelana hingga senja bergumam pada sisa mentari yang sebenarnya tiada pernah padam. Pada tumpu senja ini, dendang langit tiada riang dari barisan burung camar yang pulang. Lalu sejenak kita tetap memunguti ketiadaan, dan mengais-gais kealfaan mengunyahnya tiada henti untuk saling menyakiti.
KEMBALI KE ARTIKEL