Mohon tunggu...
KOMENTAR
Seni

Jangan Jadi Seniman di Indonesia

23 Desember 2024   12:27 Diperbarui: 23 Desember 2024   12:53 71 0
Baru-baru ini, Joko Widodo mengunggah sebuah konten untuk memperingati Hari Ibu. Dalam unggahan konten tersebut, dapat kita lihat jelas penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk membuat ilustrasi yang diunggah. Bagi saya, sebagai mantan pemimpin negara yang dikenal memiliki kekayaan budaya dan komunitas seni yang luar biasa, apa yang dilakukan Jokowi ini menjadi ironi yang menyedihkan bagi para pekerja seni.

Negara kita Indonesia adalah rumah bagi banyak seniman ilustrasi berbakat yang kualitas karyanya tidak bisa dianggap remeh. Sebutlah saja Dion MBD, seorang ilustrator Indonesia yang karya-karyanya bisa Anda lihat di Instagram @/dionmbd. Ia sering sekali pameran di berbagai negara seperti Amerika dan Singapura. Beberapa kali juga Dion membuat karya untuk media internasional The New York Times. Selain Dion, ada banyak seniman lainnya seperti Rukmunal Hakim dan Ayang Cempaka yang juga memiliki pengaruh besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Karya-karya mereka tidak hanya unik, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya Indonesia yang begitu luas dan beragam.

Namun, sangat disayangkan penghargaan terhadap para seniman tanah air ini masih begitu minim, bahkan dari para pemimpin atau tokoh publik yang seharusnya menjadi contoh dalam mendukung industri kreatif. Dengan memilih membuat ilustrasi dari AI, para tokoh publik ini seolah-olah menutup mata dan enggan peduli terhadap keberadaan seniman lokal. Padahal, menurut saya, mendukung karya seniman Indonesia bukan hanya soal estetika, tetapi juga soal memajukan ekonomi kreatif dan menjaga keberlangsungan seni tradisional maupun modern di era digital ini.

Sebagai contoh, penggunaan karya seniman lokal dalam berbagai kegiatan resmi dapat membantu memperkenalkan Indonesia kepada dunia. Misalnya, dalam peringatan Hari Batik Nasional, sering kita lihat desain batik modern yang dibuat oleh desainer lokal menjadi daya tarik. Begitu pula dalam ilustrasi digital, para seniman lokal sering menciptakan karya yang menggabungkan tradisi dan inovasi, menjadikannya media promosi budaya yang efektif. Jika para tokoh publik lebih sering menggunakan karya mereka, hal ini tidak hanya akan meningkatkan popularitas para seniman tersebut, tetapi juga membuka peluang baru bagi sektor ekonomi kreatif Indonesia.

Para pejabat publik atau tokoh publik, yang memiliki akses kepada sumber daya melimpah, termasuk anggaran yang besar dan keuangan yang tidak ada habisnya, sebenarnya sangat mampu menghargai karya seniman dengan membayar jasa mereka secara layak. Namun, pilihan menggunakan AI hanya untuk menghemat waktu dan biaya mencerminkan kurangnya apresiasi terhadap proses kreatif masyarakat Indonesia. Padahal, mendukung seniman lokal adalah salah satu cara untuk menciptakan dampak positif bagi perekonomian kreatif kita. Dengan semakin banyaknya karya seniman lokal yang digunakan, sektor ini bisa tumbuh lebih cepat, membuka lapangan kerja, dan memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional.

Teknologi AI ini memang telah membawa banyak perubahan dalam berbagai bidang, termasuk seni. Namun, ada perbedaan yang begitu kentara antara karya yang dibuat oleh seniman dan hasil dari kecerdasan buatan. Karya seniman adalah representasi dari pengalaman dan cerita yang tidak dapat dibuat oleh algoritma AI. Ilustrasi yang diciptakan oleh AI, meski secara visual menarik, seringkali memiliki kegagalan, terutama di bagian jari, serta kurangnya elemen emosional yang hanya bisa dirasakan manusia. Selain itu, karya seniman sering memiliki cerita atau pesan tersendiri yang terhubung dengan konteks budaya, sosial, atau sejarah, yang sulit direplikasi oleh teknologi.

Pejabat publik dan tokoh publik yang menjadi contoh untuk masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk memperlihatkan kepada masyarakat bagaimana mendukung karya anak bangsa. Ketika mereka lebih memilih kecerdasan buatan daripada seniman lokal, pesan yang disampaikan kepada masyarakat adalah bahwa seni dan kreativitas manusia bisa digantikan oleh teknologi. Ini bukan hanya soal preferensi pribadi, tetapi juga soal dampaknya terhadap keberlangsungan hidup seniman dan industri kreatif di Indonesia.

Dukungan terhadap seniman lokal tidak hanya berhenti pada pembelian atau penggunaan karya mereka, tetapi juga pada bagaimana kita mempromosikan karya tersebut. Misalnya, ilustrasi hasil seniman lokal bisa digunakan dalam kampanye nasional, buku pendidikan, atau karya seni publik yang dapat dinikmati oleh semua kalangan. Dengan cara ini, seni lokal tidak hanya berkembang, tetapi juga menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari.

Sudah saatnya para pemimpin dan pejabat publik menyadari bahwa keputusan mereka memiliki dampak besar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan mendukung seniman lokal, mereka tidak hanya membantu memajukan seni Indonesia tetapi juga menunjukkan rasa hormat terhadap kerja keras dan dedikasi para seniman. Dukungan ini dapat berupa penggunaan karya seniman lokal untuk acara resmi, kampanye sosial, atau konten media sosial, yang sekaligus menjadi sarana untuk mempromosikan karya anak bangsa ke kancah internasional.

Akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa ini jika ilustrasi yang muncul dalam unggahan resmi pejabat publik adalah hasil karya seniman lokal yang mencerminkan keberagaman budaya dan kreativitas Indonesia. Sebaliknya, jika kita terus mengandalkan teknologi tanpa menghargai peran manusia di baliknya, bukan tidak mungkin profesi seniman ilustrasi akan semakin terpinggirkan di masa depan.

Pilihan ada di tangan kita, terutama di tangan mereka yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Apakah kita ingin menjadi bangsa yang menghargai karya manusia, atau bangsa yang perlahan melupakan nilai seni dan budaya karena terlalu terpaku pada efisiensi teknologi? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan nasib seniman ilustrasi Indonesia ke depannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun