Lebih 30 tahun lalu, kami para bocil, begitu tergila -- gila menjadi penabuh bedug di sebuah Langgar di gang Jenitren. Gang tempat tinggal kami di kota Kediri. Bukan penabuh bedug yang memukul kentongan bertalu -- talu, karena merupakan wilayah kekuasaan almarhum Pak Mbang untuk hanya dan selalu dia yang memukulnya, melainkan bedug sebagai dimulainya sholat. Cukup dua kali pukulan. Sekencang kencangnya. Dan, untuk bisa menerima tongkat pemukul kentongan dari Pak Mbang, kami harus berebut dengan teman -- teman.
KEMBALI KE ARTIKEL