Jam setengah enam, seperti pagi biasa dalam hari-hariku, melihat langiti-langt kamarku yang buram, buran terlukis beraliran abstrak, pelukisnya adalah alam, hujan deras kemarin, kemarinnya lagi dan seterusnya kemarin dibantu angin, mengeser genting tanah yang kemudian merembeskan air mata yang mengenagi plafon-plafon, cara yang aneh untuk Tuhan memperindah pandanganku sewaktu bangun tidur.
KEMBALI KE ARTIKEL